Sabtu 16 Nov 2019 08:56 WIB

Penutupan Tambak Udang Ganggu Ekspor Lampung

Lampung berkontribusi ekspor udang secara nasional sebesar 36 persen

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Friska Yolanda
Petani tambak panen udang.
Foto: Rumah Zakat
Petani tambak panen udang.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesisir Barat akan mengembangkan kawasan pariwisata, mengancam keberadaan tambak-tambak udang yang ada di pesisir kabupaten tersebut. Bila terjadi penghentian operasional tambak, maka akan mengganggu ekspor udang asal Lampung ke negara tujuan.

Ketua Forum Komunikasi Praktisi Aquakultur (FKPA) Hanung Hernadi mengatakan, pengalihan lahan tambak menjadi kawasan wisata akan berdampak pada ekspor udang asal Lampung. Menurut dia, Provinsi Lampung sejak lama dikenal dan tercatat dalam sejarah pengekspor terbesar udang di Indonesia.

Baca Juga

Ia mengatakan, pemerintah saat ini sedang menggalakkan ekspor udang lima kali lipat dari sebelumnya selama lima tahun ke depan. Artinya, ujar dia, selain tambak udang yang ada perlu perluasan tambak udang lainnya agar produski udang lebih banyak lagi untuk mncapai target pemerintah tersebut.

“Nah, kalau ada pengalihan lahan (penutupan) tambak udang. Artinya, produksi akan menurun dan ekspor udang akan terganggu. Sehingga target ekspor yang dicanangkan pemerintah lima kali lipat ikut terganggu juga,” kata Hanung Hernadi di Bandar Lampung, baru-baru ini.

Ia mengatakan, saat ini ekspor udang asal Provinsi Lampung terbesar nasional. Provinsi Lampung berkontribusi besar dalam ekspor udang sejak lama. 

“Lampung berkontribusi ekspor secara nasional sebesar 36 persen,” kata dia.

Menurut dia, tentu kontribusi ekspor 36 persen tersebut masih jauh dari target yang dicanangkan pemerintah bila ingin memenuhi target lima kali lipat ekspor saat ini. Ekspor udang dari Lampung melalui tambak perusahaan perseorangan (tambak masyarakat) sebesar 144 ribu ton per tahun. Sedangkan target pemerintah masih kisaran 400 ribu ton hingga 450 ribu ton.

“Sedangkan Pak Jokowi memerintahkan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) untuk peningkatan lima kali lipat dari produksi nasional,” katanya.

Ia menjelaskan kalau produksi sekarang 400 ribu ton kali lima, maka produksinya dua juta ton per tahun. Sedangkan di Lampung produksi udang hanya 144 ribu ton kali lima sebanyak 720 ribu ton belum sampai 1.000 ton per tahun. 

“Nah ini perlu lahan, perlu peningkatan produksi. Kalau yang ada (tambak lama) saja di //off kan, itu namanya tidak mendukung pemerintah pusat,” ujarnya.

Sedangkan tambak udang itu, kata dia, sudah berjalan lama, kecuali ada yang buka tambak baru, justru bagaimana potensi pariwisata yang ada bisa kolaborasi dengan sektor perikanan untuk peningkatan produksi. Saat itu, Lampung masih menempati urutan kedua produksi udang setelah Jawa Timur.

Ketua Ikatan Petambak Pantai Barat Sumatera (IPPBS) Agusri Syarief mengatakan, program pengembangan kawasan pariwisata Pemkab Pesisir Barat wilayahnya termasuk tambak udang yang telah lama dibangun, bahkan sebelum terbentuk kabupaten tersebut.

“Dari 10 tambak udang yang bakal terkena alih fungsi lahan tersebut, tujuh anggota IPPBS karena sudah mendapat izin. Mereka terancam tidak dapat melanjutkan usaha tambaknya karena tidak bisa memperpanjang izin usahanya,” katanya.

Ia menyayangkan bila Pemkab Pesisir Barat tidak memberikan solusi yang bersifat menguntungkan kedua belah pihak. Sebab, usaha tambak udang adalah investasi jangka panjang yang melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat setempat. Untuk pengurusan izin saja membutuhkan waktu dua tahun, saat ini baru berproduksi efektif tiga tahun sudah terancam berhenti beroperasi.

Bila terjadi penutupan tambak udang di pesisir tersebut, selain berdampak pada pekerja tambak udang yang berjumlah ratusan orang, juga berdampak pada masyarakat setempat yang bergantung kehidupannya dengan adanya tambak udang. Selain itu, pihak ketiga yang berkaitan dengan tambak udang ikut terhenti seperti penyediaan benur, pakan, obat-obat, sarana dan prasarana, listrik dan lainnya. Mursalin Yasland

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement