REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengultimatum menteri-menterinya yang membidangi ekonomi untuk mengurangi defisit neraca dagang yang sudah terjadi sejak 2018 lalu. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca dagang Januari-September 2019 defisit sebesar 1,9 miliar dolar AS.
Jokowi pun kembali mengumpulkan menteri-menterinya dalam rapat terbatas di kantor presiden pada Senin (11/11). Sejumlah jurus pun disusun untuk mengurangi jurang defisit neraca dagang ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa pemerintah sudah mengidentifikasi 10 komoditas ekspor utama dan 10 komoditas impor utama. Jokowi, ujar Airlangga, juga memberi arahan agar industri substitusi impor diberi dorongan.
Selain itu, pengganti Peraturan Presiden (Perpres) Daftar Negatif Investasi (DNI) pun akan diluncurkan pada Januari 2020. "Khusus program jangka pendek kurangi neraca dagang, beberapa program sudah disiapkan antara lain implementasi B30 nanti akan dicoba trial Desember dan implementasi awal Januari. Dan titik distribusi akan tetap sehingga pelaksanaannya akan lebih mudah," jelas Airlangga di Kantor Presiden, Senin (11/11).
Jurus lainnya, pemerintah akan memprioritaskan gasifikasi batubara sebagai substitusi impor produk elpiji. Investor yang membangun gasifikasi pengganti elpiji dari mulut tambang batu bara pun akan diberikan insentif.
Selain itu, pemerintah juga merampungkan konversi utang menjadi ekuitas untuk PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Operasi TPPI diharapkan nanti mampu mengurangi impor produk petrokimia.
"Karena ini pabrik sudah tersedia dan tinggal dioperasikan dengan restrukturisasi permodalan," kata Airlangga.
Terkait peraturan tarif safeguard dan antidumping, Airlangga juga memastikan bahwa pemerintah sedang menyiapkannya. Beleid soal safeguard ini diberikan dalam bentuk bea masuk tindakan pengamanan sementara untuk impor bahan baku tekstil.
Kebijakan ini sebagai perlindungan tarif terhadap komoditas2 yang menjadi bahan baku untuk industri tekstil.
Selain itu, ujar Airlangga, pemerintah juga mempercepat negosiasi perjanjian dagang dengan negara lain, termasuk RCEP dengan negara ASEAN plus six, EU-CEPA antara Indonesia dan Eropa, dan GSP antara Indonesia dan AS.