REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, rencana pemerintah untuk mengubah konteks daftar negatif investasi (DNI) menjadi whitelist investment atau daftar putih investasi merupakan hal positif. Hanya saja, tanpa ada kebijakan tambahan, hasilnya tidak akan optimal dalam menarik investasi.
Yusuf mengatakan, segala upaya pemerintah untuk menggaet investasi tentu merupakan hal positif, terlepas dari konsepnya yang belum jelas. Namun, apabila tujuannya hanya sekadar mengganti DNI tanpa diiringi kebijakan tambahan, tidak akan optimal dalam menggaet investor. "Saya pikir masih banyak hal lain yang menjadi pertimbangan investor," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (11/11).
Masih banyak permasalahan yang sebenarnya lebih mendesak untuk diselesaikan pemerintah dibandingkan membuat whitelist investment. Di antaranya, kebutuhan lahan untuk investasi yang merupakan daya tarik utama suatu negara di mata investor.
Menurut sepengetahuan Yusuf, belum ada pemetaan terkait kebutuhan lahan untuk investasi. Padahal, lahan merupakan komponen penting untuk berinvestasi, terutama jika berbicara investasi manufaktur yang membutuhkan lahan untuk pembangunan pabrik.
Yusuf menuturkan, lambatnya pembebasan lahan dapat menjadi penghambat realisasi investasi di Indonesia. Belum lagi jika berbicara mengenai ongkos logistik dan harga gas di Indonesia yang relatif lebih tinggi.
"Tentu ini akan menjadi pertimbangan lain untuk investor," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, pemerintah akan melakukan pendekatan positif untuk menggaet lebih banyak investasi. Salah satunya dengan membuat daftar putih (whitelist) atau daftar prioritas investasi yang akan diresmikan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres).
Pada dasarnya, daftar tersebut bersifat kontradiksi dari daftar negatif investasi (DNI) yang selama ini sudah digunakan pemerintah. Daftar putih tersebut berisikan berbagai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang memang mendukung program prioritas pemerintah.
"Pada intinya, mendukung substitusi impor," tuturnya ketika ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (11/11).