REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Samsat Kota Bekasi memberlakukan program pengurangan pokok dan pembebasan pajak kendaraan bermotor (PKB). Dalam program yang berlangsung 10 November sampai 10 Desember itu, mereka menargetkan PKB tambahan sekitar Rp 33,431 miliar.
Kepala Seksi Penerimaan dan Penagihan Pusat Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Bekasi, Raden Gumiwan menjelaskan, Samsat Kota Bekasi memberlakukan program pengurangan pokok dan pembebasan denda PKB. Program tersebut akan berlangsung satu bulan hingga 10 Desember.
Program tersebut diberlakukan lantaran target penerimaan pajak kendaraan bermotor di Kota Bekasi belum tercapai. Ia membenarkan, jika target penerimaan PKB tahun ini harus melebihi penerimaan PKB tahun lalu yang hampir Rp 2 triliun.
"Kalau saat ini kan pajak per Oktober itu baru 83,86 persen. Padahal target diharapkan sampai dengan oktober itu kan 85 sampai 86 persen, makanya masih kekurangan. Diharapkan dengan program ini pencapaian target bisa terlampaui," kata Gumiwan kepada Republika.co.id, Senin (11/11).
Program penghapusan denda pajak itu akan diberlakukan bagi seluruh jenis kendaraan. Dengan diberlakukannya program tersebut, wajib pajak nantinya hanya perlu membayarkan pajaknya saja, tanpa denda. Terkait masa keterlambatannya, ia menerangkan, wajib pajak yang terlambat lima tahun atau lebih, hanya perlu membayar pajak untuk empat tahun.
"Untuk keterlambatan yang lima tahun ada pengurangan pajak, dihitungnya empat tahun, kita diskon satu tahun untuk pembayaran pajak ini," kata dia.
Ia juga membenarkan, Kota Bekasi merupakan penyumbang PKB BBNKB (Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) terbesar di Jawa Barat. Oleh karena itu, Kota Bekasi juga memiliki target penghapusan denda pajak terbesar.
"Tunggakannya juga terbesar se-Jabar. Target kita tertinggi ini harus tercapai. Jadi kami mengharapakan agar masyarakat membayar pajak dan memanfaatkan kesempatan ini," ucapnya.
Sekretaris Komisi III DPRD Kota Bekasi, Nurhadi Darmawan menyatakan, pembebasan denda pajak seharusnya dilakukan secara terbatas. Menurutnya, jika program tersebut dilakukan terus-menerus maka akan memicu kebiasaan buruk.
"Kalau denda pajak dihapus terus, orang jadi kebiasaan. Mereka menunda hingga bertahun-tahun, toh pada akhirnya juga dihapus dendanya. Itu nggak adil buat orang yang sudah disiplin bayar pajak," kata Nurhadi saat dihubungi Republika.co.id.