REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi industri halal di Indonesia sangat besar. Hanya saja, potensi ini belum tergali secara maksimal.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Ventje Rahardjo Soedigno mengatakan, hal itu karena belum ada strategi nasional pengembangan industri halal. "Jadi sedang disusun," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin, (11/11).
Ia menjelaskan, penyusunan strategi tersebut dilakukan dalam dua tahap. Kemungkinan, penyusunan itu selesai pada Juni 2020.
Direktur Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah KNKS Afdhal Aliasar menambahkan, saat ini komite memang tengah menyusun strategi penerapan Masterplan Pengembangan Ekonomi Syariah Indonesia yang sudah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada Mei lalu. "Kita susun bersama kementerian dan lembaga terkait," jelasnya saat dihubungi, Senin.
Afdhal menuturkan, di sini KNKS bertindak sebagai katalisator sekaligus lembaga yang menyinergikan. Ia pun menyebutkan, ada beberapa poin dalam Masterplan Pengembangan Ekonomi Syariah Indonesia, di antaranya mengenai National Halal Fund.
Inisiatif itu diharapkan bisa membantu pengusaha produk syariah, terutama Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) agar tidak kesulitan mendapatkan pendanaan. Dana tersebut nantinya bisa pula digunakan untuk membiayai pengajuan sertifikasi halal para UMKM.
"Konkretnya seperti apa? Ya sedang diolah bagaimana strategi implementasinya," kata dia.
Sebagai informasi, data dari Roadmap dan Strategi Ekonomi Halal Indonesia menyatakan, pada 2017, Indonesia berkontribusi sebesar 10 persen atau membelanjakan sekitar 214 miliar dolar AS, dari jumlah 2,1 triliun dolar AS nilai ekonomi halal dunia. Sayangnya dari sisi ekspor, sumbangan produk halal Tanah Air belum signifikan, sebab tercatat baru 3,8 persen dari total pasar halal dunia.