REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Bambang Noroyono, Ronggo Astungkoro, Antara
Politikus PDI Perjuangan, Dewi Tanjung mengaku siap dilaporkan balik terkait laporannya soal dugaan rekayasa dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Menurut Dewi, adalah hak Novel melaporkan balik dirinya ke kepolisian.
"Masak Saya harus bilang wow gitu kan, masak saya harus kaget, Saya sudah tahu iya kan?" kata Dewi di Polda Metro Jaya, Senin (11/11).
Dewi juga mengaku siap meladeni pihak-pihak yang akan melaporkan dirinya dengan tuduhan menyebarkan hoaks dan fitnah. "Suruh saja mereka membuktikan di mana hoaks-nya, bohongnya, fitnahnya iya kan? Kalau mereka mau melaporkan dengan hoaks, fitnah, segala macam dia harus membuktikan itu juga," tuturnya.
Dewi Ambarwati alias Dewi Tanjung kemarin, memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk mengklarifikasi laporannya dalam kasus itu. Dalam pemeriksaan tersebut Dewi mengaku dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Terkait materi pemeriksaannya, Dewi mengatakan penyidik juga menanyakan apakah dirinya pernah melihat dan mengenal Novel Baswedan secara langsung serta tanggapannya soal kasus itu. Adapun, alasan Dewi melaporkan Novel Baswedan adalah karena dirinya ragu kebenaran dalam insiden penyiraman air keras dan luka-luka yang diderita Novel.
"Sudah pernah lihat belum, kenal Pak Novel tidak? Saya bilang tidak kenal Pak Novel, iya kan? Lalu apalagi ya, ya sekitar kasus penyiraman saja yang ditanyakan, tanggapan saya, masyarakat ya begitu," tutur Dewi
Sebelumnya, Tim Advokasi Independen Novel Baswedan akan menyusun materi laporan terhadap Dewi Tanjung. Upaya itu setelah Dewi melaporkan penyidik KPK Novel Baswedan atas tuduhan melakukan rekayasa penyerangan air keras.
Anggota tim advokasi Saor Siagian mengatakan, eks calon legislatif itu akan dilaporkan ke Polda Metro Jaya awal pekan ini. "Tim kuasa hukum sedang siapkan materinya," kata Saor, Sabtu (9/11).
Bukan rekayasa
Dewan Pakar Investigasi kasus Novel Baswedan memastikan tak ada rekayasa dalam peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Anggota Dewan Pakar, Hendardi menegaskan, hasil kerja tim investigasi yang pernah dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian tersebut tak menemukan adanya peran Novel Baswedan dalam memanipulasi dirinya sendiri untuk menjadi korban penyerangan.
“Sejauh kami melakukan investigasi, kami tidak menemukan indikasi rekayasa,” kata Hendardi kepada Republika.co.id, Jumat (8/11).
Hendardi memastikan itu karena Dewan Pakar yang selama setengah tahun melakukan investigasi penyerangan terhadap Novel Baswedan, bekerja mencari fakta-fakta, dan petunjuk yang akurat. Pun itu, kata dia, banyak sumber penyidikan dari tim kepolisian yang menjadi basis informasi dan data Dewan Pakar dalam proses investigasi.
Namun Hendardi menambahkan, segala proses maju dalam penyelidikan kasus Novel Baswedan bisa saja terjadi. Termasuk, kata dia, jika ada yang punya bukti atau hasil investigasi lain tentang dugaan rekayasa tersebut. Akan tetapi Hendardi menegaskan, kesimpulan rekayasa tersebut seharusnya dengan pembuktian yang akurat.
“Bisa saja terjadi, termasuk di kemudian hari ditemukan adanya rekayasa. Namun harus tetap disertai bukti yang meyakinkan,” sambung Hendardi.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan bahwa penyidik KPK Novel Baswedan merupakan korban dari aksi kekerasan. Karena itu, laporan terhadap Novel harus ditunda atau dikesampingkan hingga kasus kekerasan yang menimpanya mendapatkan keputusan hukum tetap.
"Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak, baik yang melaporkan Novel maupun penegak hukum yang menangani laporan (terhadap Novel) tersebut," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/11).
Menurut dia, dalam Pasal 10 Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban diatur, saksi maupun korban tidak dapat dituntut, baik pidana maupun perdata terhadap kesaksian atau laporan yang telah, sedang, atau akan diberikan mereka ke penegak hukum. Ia mengatakan, salah satu temuan yang didapat Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Novel yang dibentuk Polri, penyidik senior KPK itu merupakan korban dari aksi kekerasan.
Masih dalam pasal yang sama, kata dia, tuntutan hukum terhadap saksi dan korban harus dikesampingkan atau ditunda. Penundaan tersebut harus dilakukan sampai kasus yang menimpa korban mendapatkan keputusan hukum tetap.
Karena itu, Edwin mengatakan, andaipun diproses, laporan itu harus memperhatikan proses hukum perkara yang sedang dihadapi Novel sebagai korban. "Jauh lebih penting bagi polisi mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel, mengingat hal tersebut menjadi perhatian publik dan Presiden," tutur Edwin.
TPF Polri Gagal Temukan Penyerang Novel