Selasa 12 Nov 2019 14:52 WIB

Jejak Morales dari Pemimpin Serikat Buruh Hingga Presiden

Evo Morales menjabat sebagai presiden Bolivia sejak 2006.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Presiden Bolivia Evo Morales mengundurkan diri setelah kisruh politik dan demonstrasi. Morales berbicara di hanggar kepresidenan di El Alto, Bolivia, Ahad (10/11).
Foto: Enzo De Luca/Agencia Boliviana de Informacion via AP
Presiden Bolivia Evo Morales mengundurkan diri setelah kisruh politik dan demonstrasi. Morales berbicara di hanggar kepresidenan di El Alto, Bolivia, Ahad (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, ARURO -- Presiden Bolivia Evo Morales mundur dari jabatannya pada Ahad (10/11) setelah didesak militer dan oposisi menyusul gelombang unjuk rasa terhadap hasil pemilu. Evo Morales tumbuh dari seorang anak gembala dan petani koka menjadi sosok pemimpin negara yang pertama dari suku asli di Bolivia.

Juan Evo Morales Ayma menghabiskan masa anak-anaknya sebagai pengembala Ilama di Isallavi, Oruro barat, Bolivia. Sosok yang lahir 26 Oktober 1959 itu berasal dari keluarga petani yang mencoba peruntungan berpindah ke Chapare di Bolivia timur. Tanaman yang mereka tanam adalah koka, yang digunakan dalam produksi kokain, tetapi, juga merupakan tanaman tradisional di wilayah tersebut.

Baca Juga

Tidak ada yang menyangka sosok yang dikenal dengan nama Evo Morales itu akhirnya memimpin serikat buruh Bolivia dan dapat menjabat sebagai presiden Bolivia dari 2006 hingga November 2019. Salah satu anggota kelompok adat Aymara itu menjadi presiden Indian pertama Bolivia.

Dikutip dari britannica, Morales sejak awal 1980-an telah aktif dalam serikat penanam koka regional, lima tahun kemudian terpilih sebagai sekretaris jenderal kelompok itu, kemudian menjadi sekretaris eksekutif federasi berbagai serikat petani koka.

Pada pertengahan 1990-an, ketika pemerintah Bolivia menekan produksi koka dengan bantuan dari Amerika Serikat, Morales membantu mendirikan partai politik nasional bernama Movimiento al Socialismo (MAS). Dia menjadi pemimpin yang mewakili para petani koka.

Morales pun memenangkan kursi di majelis rendah legislatif Bolivia pada 1997 dan merupakan kandidat MAS untuk presiden pada 2002, hanya saja kalah tipis dari Gonzalo Sánchez de Lozada. Dia kembali mencoba pada 2005 dan berhasil menang dengan perolehan 54 persen suara. Kemenangan itu membuatnya menjadi presiden Indian pertama di negara itu dan presiden Bolivia pertama sejak 1982 yang memenangkan mayoritas suara nasional.

Awal 2006, Morales mulai menjabat sebagai kepala pemerintahan Bolivia. Dia berjanji untuk mendukung kelompok-kelompok pribumi yang terpinggirkan di negara tersebut, mulai dari mengurangi kemiskinan di antara penduduk India di negara itu, mengurangi pembatasan pada petani koka, meremajakan kembali sektor energi negara itu, memerangi korupsi, hingga meningkatkan pajak bagi orang kaya.

Sempat kepemimpinan Morales akan dilengsengkan pada 2008. Ketika itu reformasi kepemimpinannya mendapatkan tentangan dari provinsi-provinsi kaya Bolivia karena undang-undang yang perampasan tanah tidak produktif dari pemilik yang tidak jelas dan tidak memberikan redistribusi kepada orang miskin.

Kondisi itu membuat ketegangan meningkat dan terjadilah demonstrasi besar. Beberapa momen demonstrasi menjadi kekerasan, meningkat di seluruh negeri. Referendum tentang kepemimpinan Morales diadakan pada Agustus 2008, dan dua pertiga pemilih mendukung kelanjutan masa kepresidenannya.

Morales pun kembali terpilih dalam pemilihan periode kedua dengan dukungan mayoritas Indian. Kekuatannya bertambah ketika partainya pun memenangkan suara untuk dua majelis Kongres.

Untuk melanjutkan masa jabatan ke periode ketiga, pada 2013, pengadilan konstitusional Bolivia memutuskan memberikan izinkan Morales untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga pada 2014. Dalam peristiwa itu, Morales mengklaim kemenangan bahkan di wilayah-wilayah orang kaya, yang secara tradisional memihak oposisi.

Pertumbuhan ekonomi yang kuat telah membuatnya menjadi anak poster untuk sosialisme. Namun, penolakannya terhadap batasan masa jabatan telah memicu protes jalanan dengan beberapa orang menyebutnya sebagai "diktator".

Pada 2015, ekonomi Bolivia yang kuat telah mulai melambat secara signifikan, sebagian besar sebagai respons terhadap penurunan harga minyak bumi dan gas alam dunia. Morales pun sempat tersenggol skandal korupsi, meski pemerintah telah menyangkalnya.

Masyarakat pun mulai bergerak untuk mencegah Morales untuk kembali memimpin dengan melakukan referendum pada Februari 2016. Hasilnya pun menyatakan Bolivia menolak perubahan konstitusional yang memungkinkan Morales mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga dalam pemilihan presiden pada 2019.

Tapi, nyatanya gerak Morales lebih kuat dengan MAS meminta pengadilan konstitusional untuk menghapus batas masa jabatan presiden dengan alasan batasan masa jabatan melanggar hak asasi manusia. Permintaan itu dikabulkan, bahkan Mahkamah Agung Pemilu menguatkan keputusan itu, sehingga dia bisa melenggang kembali pada pencalonan ke empat kali.

Dari peristiwa itu, sosok pengemar pakaian alpaka bersulam mulai tergoyahkan banyak pihak. Kemenangan untuk menjabat lima tahun mendatang diduga melalui kecurangan, membuat demonstrasi besar di ibu kota La Paz hingga wilayah lain. Korban berjatuhan, sehingga banyak pihak yang mendorongnya untuk mundur dari jabatan.

Puncak tekanan datang ketika militer yang awalnya mendukung Morales justru berbalik memintanya melepaskan jabatan presiden. Dia pun akhirnya mengumumkan pengunduran diri pada Ahad (10/11) dan memutuskan pergi ke Meksiko untuk mendapatkan suaka. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement