REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memprediksi pendapatan domestik bruto (PDB) ekonomi syariah Indonesia mencapai 80 persen dari sekitar 1 triliun dolar AS PDB nasional. Hal ini disampaikan Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo dalam forum 5th International Islamic Monetary Economics and Finance Conference (IIMEFC) 2019, di Jakarta Convention Center (JCC) dalam rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2019.
Dody mengatakan industri layanan keuangan syariah mencetak kinerja signifikan dalam satu dekade terakhir di tengah ketidakpastian ekonomi global. Fundamental ekonomi syariah tetap kuat dengan dana kelolaan investasi sekitar 1,7 triliun dolar AS yang berada di negara-negara mayoritas penduduk Islam.
"Di Indonesia sendiri, dari nilai PDB sekitar 1 triliun dolar AS, ukuran ekonomi syariahnya sekitar 80 persen," katanya, Selasa (12/11).
Direktur BI Institute, Solikin M Juhro menambahkan jumlah tersebut merupakan hitungan kasar dengan memisahkan unsur-unsur industri nonhalal. Misal industri minuman keras, rokok, makanan nonhalal, dan lainnya.
Menurutnya, hitungan tersebut memungkinkan karena secara umum mayoritas industri di Indonesia terhubung dengan sektor halal. Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Muslim mendorong permintaan pada produk-produk halal.
"Tapi kita memang masih harus lakukan beberapa kajian dan perhitungan tepat yang butuh waktu tidak sebentar," kata dia.
Perlu pendalaman intensif terkait sektor atau industri mana yang secara langsung atau murni berkontribusi. Dengan perhitungan lebih detail, maka nilainya akan lebih pasti. Saat ini, isu perhitungan PDB syariah masih terbatas pada wacana.
BI menyampaikan akan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyusun metodelogi perhitungan PDB syariah. Solikin mengatakan butuh metodelogi yang lebih robust sehingga idealnya dilakukan oleh BPS.