REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepolisian Sektor (Polsek) Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menindak 16 orang. Mereka diduga sering melakukan pungutan liar (pungli) di objek wisata lereng Merapi atau di kawasan bunker Kaliadem, Cangkringan.
"Penertiban kami lakukan sebagai 'shock therapy" karena banyaknya keluhan masyarakat atau wisatawan tentang adanya jasa pemandu wisata di Kaliadem," kata Kapolsek Cangkringan AKP Samiyono di Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Selasa (12/11).
Kasus pungli itu berulang kali dikeluhkan wisatawan, terutama melalui media sosial. "Kami lakukan langkah-langkah tegas terhadap beberapa oknum yang melakukan pungli agar wisata di Cangkringan tidak sepi," katanya.
Dalam melakukan aksinya, pelaku pungli memaksa meminta pungutan kepada wisatawan dengan alasan ada regulasi berupa Peraturan Desa (Oerdes) Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan. Menurut dia, pada Ahad (10/11), jajaran Polsek Cangkringan mengamankan 16 oknum warga yang terbukti melakukan pungli.
"Kami berangkat membawa dua mobil untuk melakukan pengecekan ke lokasi pungli," katanya.
Anggota Polsek Cangkringan menyamar sebagai wisatawan membawa mobil lalu disusul dengan sepeda motor. Di petilasan Mbah Maridjan, datang oknum yang memberikan informasi untuk tidak melanjutkan perjalanan ke tujuan wisata di Bunker Kaliadem.
Pelaku pungli kemudian memaksa untuk memberikan jasa ojek mengantar wisatawan ke lokasi tujuan dengan tarif sebesar Rp60.000. "Kami amankan oknum pelaku, kami punya bukti rekamannya. Kemudian mereka dibawa ke kantor (Polsek Cangkringan). Mereka diberi pembinaan," katanya.
Ia mengatakan, para pelaku pungli beralasan, Perdes Umbulharjo sudah mengatur terkait biaya Rp 60.000 yang dikenakan pada wisatawan. "Dalam perdes memang mengatur terkait jasa ojek dengan nominal Rp60.000 namun tidak dengan cara pemaksaan. Silakan memberi jasa pemandu, asalkan jangan memaksa. Kenyataan di lapangan mereka memaksa," katanya.
Samiyono mengatakan, apabila pungutan ini dipaksakan, wisatawan akan lari. "Saat kami ke sana ada juga wisatawan mengendarai motor yang balik lagi karena kalau mau ke atas (Bunker Kaliadem) harus pakai jasa mereka," katanya.
Jarak antara Petilasan Mbah Maridjan sampai ke Bunker Kaliadem tidak sampai dua kilometer. Ia mengatakan, saat ini semua pelaku tidak diproses secara hukum, hanya dibina dan diminta untuk menandatangani surat bermeterai agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.
"Ke depan, apabila itu terjadi kembali, kami tidak segan-segan akan memberikan hukuman yang lebih berat lagi," katanya.
Kepala Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Suyatmi mengaku setelah pekan lalu koordinasi dengan berbagai pihak termasuk Pemkab Sleman, spanduk berisi perdes yang terpasang di beberapa titik dicopot. "Ini karena ada keluhan yang masuk terkait tindakan pungli di objek Wisata Kaliadem," katanya.
Menurut dia, sebenarnya Perdes Umbulharjo No.20/2017 yang mengatur pengelolaan wisata itu sudah diterapkan sejak 2017. Dalam perdes itu pun dituliskan nominal tarif untuk jasa ojek dengan pemandu sebesar Rp60.000.
"Namun jasa itu sifatnya tidak memaksa," katanya.
Ia mengatakan, sampai saat ini dana dari jasa itu tidak ada sama sekali yang masuk ke kas desa. "Kami terapkan nominal Rp60.000 itu juga berdasarkan masukan dari masyarakat. Kami ajak juga pengelola wisata," katanya.
Suyatmi mengatakan, dengan banyaknya keluhan tersebut, pihaknya siap membenahi perdes. "Intinya kalau nominal memberatkan kami siap review. Segera direview agar masyarakat tidak resah," katanya.
Camat Cangkringan, Suparmono mengatakan, adanya praktik pungli yang terjadi tidak hanya sekarang saja tapi sejak beberapa tahun lalu itu berdampak ke objek wisata lain di Cangkringan. "Wisatawan menjadi enggan berwisata lagi ke Cangkringan karena merasa diberatkan dengan pungutan. Kejadiannya berulang-ulang. Ini kerikil, kalau ini terjadi di satu objek wisata, bisa mengganggu semuanya. Padahal perputaran uang dari wisata itu sampai miliaran rupiah," katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman Sudarningsih mengatakan sebelum kejadian pungli ditertibkan kepolisian, pihaknya sudah berembug dengan pihak kecamatan dan pihak desa agar membenahi perdes karena aturan itu yang sering dijadikan alasan pemaksaan oleh pelaku pungli. "Ini perdes tidak berdasarkan kajian. Mereka menentukan sendiri dengan mengundang beberapa pihak di lingkup desa. Itu yang jadi permasalahan," katanya.
Menurut dia, setelah mengundang berbagai pihak terkait aturan itu, hasilnya, perdes akan ditinjau kembali dan dikoreksi. "Ke depan agar perdes itu tidak lagi digunakan sebagai dasar pungutan jasa ojek menuju lokasi Bunker Kaliadem," katanya.