REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengakui bahwa penyelenggaraan Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (Peparpenas) IX 2019 ibarat proyek Sangkuriang yang berhasil dilakukan meski persiapan sangat singkat.
"Kita menyiapkan ini selama dua bulan terhitung sejak tanggal 25 Agustus, karena ada pemindahan venue. Siang-malam rekan-rekan dipaksa untuk terus bekerja, ini betul-betul Peparpenas Sangkuriang," ujar Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto di sela penutupan Peparpenas IX di GOR Pulo Gadung, Jakarta, Selasa (12/11).
Sangkuriang diambil dari cerita folklor rakyat Jawa Barat yang mengisahkan kisah percintaan terlarang anak, Sangkuriang, kepada ibunya, Dayang Sumbi, yang mesti membuat perahu besar dalam waktu satu hari sebagai syarat mempersuntingnya.
Seperti halnya Sangkuriang, Kemenpora harus menyiapkan dan menyelenggarakan Peparpenas dalam waktu dua bulan akibat ada perubahan venue.
Awalnya penyelenggaraan Peparpenas akan digelar di Papua, namun karena berbagai alasan akhirnya batal dan dipilihlah Jakarta sebagai tempat penyelenggaraan. Meski waktu persiapan dan anggaran minim, Gatot bersyukur bahwa Peparpenas berjalan lancar.
"Kita bayangkan seandainya Peparpenas itu tidak berlangsung, kita repot, menunda, anggaran terbuang, dan daerah akan kecewa. Yang lebih kecewa lagi nanti jadi viral pemerintah tidak peduli terhadap penyandang disabilitas," kata dia.
Senada dengan Gatot, Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga Raden Isnanta mengatakan kesuksesan penyelenggaraan Peparpenas tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan seluruh pihak terutama Universitas Negeri Jakarta yang menjadi relawan.
Keterlibatan relawan ini sedikitnya meringankan beban Kemenpora yang memiliki SDM dan anggaran yang terbatas.
"Mereka mahasiswa, pimpinan kampus membantu menjadi relawan. Kekurangan dana yang kita gelisahkan karena tuan rumah dadakan terpecahkan dengan adanya relawan," kata dia.
Ia juga mengapresiasi keikutsertaan pemerintah daerah yang dalam setiap penyelenggaraan terus bertambah. Pada Peparpenas kali ini jumlah peserta hampir mencapai 500 orang dari 33 provinsi.