REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendikiawan Muslim, Muhammad Abu Zahrah memiliki pandangan yang pasti dan berprinsip, masalah-masalah seperti larangan riba, ia pikir diperlukan untuk melindungi kesejahteraan Muslim.
Ia memberikan fatwa tentang isu-isu gender yang cenderung terombang-ambing antara posisi egaliter dan konservatif. Ia memiliki pandangan yang negatif tentang program keluarga berencana dan asuransi kendaraan.
Namun, ia berpendapat bahwa seorang perempuan dapat diizinkan bekerja di luar rumah jika memperoleh izin dari suami mereka.
Ia mencela despotisme dan merupakan pendukung kuat dari pemerintahan konsultatif dan demokratis di bawah aturan hukum. Setelah mengkritik Presiden Jamal 'Abd al-Nasser atas perlakuan kasar terhadap Ikhwanul Muslimin.
Abu Zahrah juga menyumbangkan pemikirannya untuk kebangkitan budaya Islam, yakni dengan mulai untuk patuh terhadap tiga prinsip dan ajaran Alquran dan sunah.
Prinsip tersebut, yaitu dakwah baik dan pencegahan kejahatan (al-amr bi al-ma'ruf wa nahy an al-munkar), kerendahan hati dan moderasi (al-haya'), dan penyembunyian imoralitas dan deklarasi perilaku saleh (satr al-radha il wa kashf al-fada'il). N