REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, hingga akhir tahun 2019 diproyeksikan pasokan jagung akan mengalami surplus sebesar 701,5 ribu ton. Surplus tersebut tercatat meleset jauh dari proyeksi awal Kementan yang menyatakan surplus jagung 2019 mencapai 7,13 juta ton. Meski demikian, pemerintah meyakini surplus jagung masih aman untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, khususnya pakan unggas.
Proyeksi surplus awal sebesar 7,13 juta ton diperoleh dari prognosis ketersediaan jagung kadar air 15 persen sebesar 25,23 juta ton sementara kebutuhan jagung pakan industri 18,1 juta ton. Namun, hasil progonosis Kementan bulan November 2019 menyebutkan bahwa surplus jagung pada Desember mendatang akan jauh lebih kecil.
Kepala Subdirektorat Mutu dan Standardisasi, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Muhammad Gazali, menuturkan pada November ini saja, neraca bulanan jagung diprediksi mengalami defisit sebesar 56,8 ribu ton. Defisit terjadi karena produksi hanya 1,37 juta ton sedangkan kebutuhan 1,42 juta ton.
Adapun pada Desember, neraca bulanan juga mengalami defisit sebesar 402 ribu ton lantaran produksi hanya 1,02 juta ton dengan jumlah kebutuhan yang sama.
Namun, kata Gazali, meski neraca bulanan mengalami defisit, pasokan tetap mencukupi. Sebab, pada akhir Oktober lalu terdapat sisa stok sebesar 1,10 juta ton yang dapat mengkompensasi defisit pada dua bulan di penghujung tahun.
"Perkiraan kita, dari defisit November dan Desember akan tertutupi stok sisa yang ada sampai akhir tahun," kata Gazali dalam Forum Diskusi Agrina di Menara 165, Jakarta Selatan, Rabu (13/11), seperti dalam siaran persnya.
Lebih lanjut, Gazali menjelaskan, prognosis dari produksi komoditas yang dikeluarkan Kementan memang tidak bisa dipastikan tepat. Sebab, banyak faktor yang akan membuat target produksi jagung meleset. Seperti misalnya jumlah luas tanam yang tidak mencapai angka yang diharapkan.
Menurut dia, khusus untuk tahun ini, melesetnya target karena musim kemarau yang berkepanjangan. "Siapa yang bisa memastikan 100 persen produksi (tercapai)? Memang untuk tahun ini karena ada hambatan kekeringan, air berkurang sehingga ada pergeseran musim tanam," kata Gazali.
Oleh sebab itu, bagi Kementan hal penting yang mesti dilakukan segera adalah pemetaan wilayah sentra dan lokasi industri-industri pakan unggas berada. Itu dibutuhkan agar ada manajemen stok yang tepat sehingga neraca bulanan yang fluktuatif bisa diantisipasi dan tidak menimbulkan gejolak harga.
Di sisi lain, Gazali menekankan pemerintah telah memutuskan untuk mulai mengembangkan wilayah sentra jagung ke luar Jawa. Hal itu untuk mendukung keberlanjutan dari pabrik-pabrik pakan unggas yang tersebar di berbagai pulau. Dengan demikian, distribusi logistik jagung untuk pakan bisa lebih teratur.
"Sekarang sudah mulai bergeser dimana 60 persen sentra jagung ada di luar Jawa sedangkan 40 persen sisanya ada di Jawa," kata Gazali.