REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak istana kepresidenan mengaku tak tahu-menahu soal wacana dilibatkannya mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke dalam salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, Ahok diminta mundur dari partai politik bila benar-benar menjabat posisi penting di BUMN.
Juru bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman, melihat bahwa Ahok memiliki peluang untuk menjabat posisi penting di BUMN. Ia berkaca pada dirinya yang sekarang masih menjabat sebagai Komisaris Utama PT Adhi Karya. Syarat yang harus dipenuhi di antaranya adalah kesesuaian antara kemampuan akademik atau profesi.
"Kedua, tidak ikut dalam partai politik, tidak boleh berkecimpung dalam partai politik. Nah ini yang mesti ditanyakan kepada pak Ahok," kata Fadjroel di Istana Negara, Rabu (13/11).
Menurutnya, Ahok harus 'bebas' dari posisi sebagai kader suatu parpol bila memang diberi jabatan di BUMN. Ahok sendiri tercatat sebagai kader PDIP. Fadjroel menekankan bahwa jajaran direksi dan komisaris BUMN harus terbebas dari kegiatan politik.
"Kalaupun beliau mau masuk ke BUMN harus mengundurkan diri (dari parpol), karena BUMN itu ada surat semacam pakta integritas gitu, tidak boleh ikut dalam partai politik atau aktif dalam kegiatan politik," kata Fadjroel.
Soal status hukum Ahok yang pernah ditahan, Fadjroel menjelaskan bahwa tidak ada persyaratan khusus dalam penunjukan direksi atau komisaris yang mengatur hal tersebut. Satu hal yang pasti, ujarnya, direksi dan komisaris harus terhindar dari praktik korupsi atau gratifikasi.
"Jadi tertib hukum yang pertama, kedua adalah tertib akuntansi, yang ketiga tertib administrasi, keempat tertib K3, lalu kita harus tertib terhadap manajemen project," katanya.