REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) masih optimistis industri pakan unggas nasional tetap tumbuh positif pada tahun depan. Di tengah tantangan larangan impor jagung yang membuat harga jagung dalam negeri fluktuatif, pertumbuhan industri pakan setidaknya bisa mencapai 6 persen per tahun.
"Tetap ada penambahan pabrik. GPTM mengestimasikan pertumbuhan sekitar 6 persen. Hanya saja, untuk tahun mungkin melambat karena perekonomian global," kata Ketua GMPT, Johan di Jakarta, Rabu (13/11).
Lebih lanjut, ia menuturkan, perlambatan pada tahun ini terlihat dari rencana realisasi capital expenditure atau belanja modal yang tidak sesuai ekspektasi. Namun, ia menegaskan industri tidak akan menghapus rencana belanja modal secara total, melainkan hanya menunda sembari melihat situasi perekonomian.
Johan juga mengatakan, seiring impor jagung untuk industri yang sudah ditutup sejak 2017, industri pakan dalam negeri terus meningkatkan serapan jagung meski harganya tidak stabil. Harga acuan jagung untuk industri pakan sebesar Rp 4.000 per kg, namun faktanya kerap melebihi.
Pada tahun 2017, kebutuhan jagung untuk formula pakan ternak mencapai 32 persen. Memasuki 2018, komponen jagung meningkat menjadi 36,29 persen dan bertambah lagi menjadi 41,68 persen pada tahun ini.
Karena itu, Johan mengingatkan, pada tahun 2020 diharapkan produksi jagung meningkat lagi sehingga industri bisa terus meningkatkan komponen jagung sebagai sumber energi dalam pakan unggas.
Secara ideal, komponen jagung sebesar 50 persen dalam pakan unggas. Dikarenakan importasi ditutup, maka kekurangan dari jagung disubstitusi oleh komoditas lain seperti singkong.
"Kami harap tahun 2020 cuaca mendukung. Serangan hama juga bisa minim efek supaya kuantitas, kualitas, dan harga lebih baik lagi dari tahun 2019," kata Johan.