REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak ambil pusing terkait menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Joko Widodo berdasarkan riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA. PDIP berpendapat, naik atau turunnya tingkat kepercayaan merupakan perkara biasa.
"Tidak perlu dikhawatirkan karena justru pada waktu tertentu tingkat kepercayaan pak Jokowi pernah tinggal 65 persen," kata Wakil Sekretaris Jendral PDIP Arif Wibowo di Jakarta, Rabu (13/11).
Dia meminta semua pihak menilai positif penurunan tingkat kepercayaan yang terjadi. Dia mengimbau agar hal tersebut dimaknai sebagai celah perbaikan atas kekurangan dari lembaga negara yang ada.
Salah satu faktor penurunan tingkat kepercayan disebabkan kebijakan presiden kebijakan yang dinilai kurang populis di mata masyarakat. Arif mengatakan, hal itu sebenarnya hanya tinggal dikomunikasikan kepada publik karena pro dan kontra merupakan hal yang wajar.
Di saat yang bersamaan, dia meminta partai politik koalisi pemerintah beserta masyarakat solid guna memastikan program dan kebijakan terus disosialisasi dan dikawal dengan baik. Menurutnya, kunci untuk menyukseskan program serta kebijakan yang akan dijalankan adalah mengefektifkan kominiasi, tidak hanya melalui juru bicara presiden tapi semua kementerian.
"Untuk bisa komunikasi yang efektif harus solid dan jangan satu menteri dengan menteri yang lain bertentengan, itu saja," katanya.
Survei LSI yang dilakukan dua kali pada Juli 2018 dan September 2019. Artinya riset itu dilakukan sebelum dan setelah pelaksanaan Pilpres 2019 lalu.
Berdasarkan survei pada 2018, sebesar 81,5 persen masyarakat percaya Jokowi bekerja untuk kepentingan rakyat dan 14,2 persen menyatakan sebaliknya. Pada 2019 setelah pilpres, tingkat kepercayaan Jokowi turun menjadi 75,2 persen dengan 18,8 persen menyatakan tidak percaya.
Penurunan serupa juga terjadi di DPR. Pada survei 2018, publik yang percaya bahwa DPR bekerja untuk kepentingan rakyat sebesar 65 persen sementara mereka yang tidak percaya sebesar 25,5 persen. Namun pada September 2019, tingkat kepercayaan terhadap DPR pun menurun menjadi 63,5 persen sedangkan mereka yang tidak percaya cenderung naik menjadi 28,4 persen.
KPK juga mengalami penurunan kepercayaan serupa. Pada 2018, lembaga antirasuah itu mendapatkan 89 persen tingkat kepercayaan publik dengan 6,5 persen menyatakan sebaliknya. Namun pada 2019 tingkat kepercayaan berkurang menjadi 85.7 persen dan 8.2 persen tidak percaya.
Mahkamah Konstitusi juga mengalami penurunan tingkat kepercayan publik. Pada Juli 2018, sebanyak 76,4 persen rakyat percaya MK bekerja untuk kepentingan rakyat dan 10 persen beranggapan sebaliknya. Pada 2019, kepercayaan menurun menjadi 70,2 persen dengan 17,4 persen menyatakan berlawanan.
Kepercayaan terhadap Polri pada 2018 sebesar 87.8 persen dan 7,8 persen meyatakan tidak percaya. Pada September 2019, pascapilpres rakyat yang tidak mempercayai Polri naik menjadi 10,6 persen dan 72,1 persen menyatakan sebaliknya.
Pada Juli 2018, mereka yang percaya bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) bekerja untuk kepentingan rakyat sebesar 90.4 persen. Sedangkan pada 2019 tingkat kepercayaan terhadap TNI menjadi 89 persen.
Kepercayaan publik terhadap KPU juga menurun. Pada 2018, 82,3 persen publik KPU bekerja untuk rakyat dan 10,6 persen sebaliknya. Pada September 2019, keeprcayan publik menciut menjadi 78,1 persen dengan 12.8 persen menyatakan sebaliknya.
Keepecayaan masyarakat tehadap Bawaslu pada 2018 adalah 81,2 persen dan hanya 9,9 persen publik tidak percaya. Namun angka itu juga naik menjadi 12,7 persen publik tidak percaya dan 80,2 persen percaya kinerja Bawaslu di 2019.