REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengatakan Jerman dan Belanda telah setuju mengambil warganya yang bergabung dengan ISIS. Turki menahan ratusan anggota ISIS setelah melancarkan tiga kali operasi militer di Suriah.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada dua negara, yakni Jerman dan Belanda. Sampai kemarin malam, mereka telah mengonfirmasi akan mengambil kembali teroris ISIS yang adalah warga mereka, termasuk istri mereka, anak-anak serta yang lainnya," ujar Soylu, Rabu (13/11).
Turki mengatakan akan melanjutkan proses deportasi puluhan mantan anggota ISIS yang berasal dari berbagai negara, termasuk Eropa. Irlandia, Jerman, Denmark, dan Prancis. Pada Selasa lalu, Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner mengatakan negaranya akan mengambil kembali 11 warganya yang bergabung bersama ISIS dan kini ditahan Turki. Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney mengungkapkan dua warganya yang akan dideportasi dari Turki memiliki hak pulang.
Sementara pada Senin lalu, Ankara mengatakan telah mendeportasi dua tahanan mantan anggota ISIS. Mereka berkewarganegaraan Jerman dan Amerika Serikat (AS).
Pada Oktober lalu, Turki melaksanakan operasi militer di timur laut Suriah. Dalam operasi yang diberi nama “Operation Peace Spring” itu Ankara hendak menumpas pasukan Kurdi yang menguasai wilayah perbatasan antara Suriah dan Turki.
Salah satu target Turki adalah Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi. SDF merupakan sekutu utama AS dalam memerangi ISIS di Suriah. Menurut Washington SDF setidaknya menahan 10 ribu anggota ISIS.
AS memandang para tahanan itu sebagai bom waktu. Ia mendesak negara-negara mengambil kembali warganya yang sempat bergabung dengan ISIS.