Rabu 13 Nov 2019 23:55 WIB

Toleransi di Sekolah Yahudi yang Didominasi Siswa Muslim

Siswa Muslim menunjukkan toleransi tinggi pada siswa Yahudi.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Pengemudi taksi mengibarkan bendera Inggris usai keluar keputusan jajak pendapat yang menyebut Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.
Foto: Reuters
Pengemudi taksi mengibarkan bendera Inggris usai keluar keputusan jajak pendapat yang menyebut Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, BIRMINGHAM – Karen Eh Skinazi membagikan secuil kisahnya menjalin hubungan dengan banyak wali murid Muslim yang menyekolahkan anaknya di Raja David Primary, sebuah sekolah Yahudi di Inggris. Karen adalah seorang penulis sekaligus dosen senior di Universitas Bristol Inggris. 

Dia bersama suaminya tumbuh di komunitas Yahudi Kanada. Keren menghabiskan masa mudanya di sekolah Yahudi hingga tingkat menengah atas. 

Baca Juga

Dia tinggal di kamp-kamp pengungsian Yahudi. Karen pun bertemu suaminya saat berada di Israel. Saat pasangan suami istri itu mempunyai anak, 

Karen menginginkan anak-anaknya memiliki rasa cinta pada Yiddishkeit atau Yahudi yang sama kuatnya dengan dirinya. Karenanya, Karen mengirim anaknya ke taman kanak-kanak Yahudi dan sekolah harian Yahudi.  

Namun saat suaminya mendapat tawaran bekerja di Universitas Warwick, Coventry di Inggris di mana populasi di wilayah itu terbilang kecil, Karen pun menyadari bahwa anak-anaknya akan mendapat asuhan pendidikan yang berbeda dengan orang tuanya. Meski begitu, dalam banyak hal dari mulai teman-teman dari berbagai latar belakang, empati lintas etnis dan agama, keglamoran, hingga aksen bahasa Inggris membuat Karen begitu bersemangat untuk tinggal di Inggris. 

Hingga kemudian Karen bersama keluarganya pun pindah ke Birmingham, Inggris. Karen pun lantas mengirim anak-anaknya yang kala itu masih duduk di bangku sekolah dasar ke sekolah Raja David Primary, yang merupakan satu-satunya sekolah Yahudi yang berada antara London dan Manchester. 

Meski kecil, sekolah ini secara akademis solid dalam studi sekuler dan religius. Raja David Primary juga terletak di daerah yang indah dan rindang. Karen berpikir anak-anaknya bukan saja akan mendapatkan pendidikan Yahudi tetapi juga memperoleh keragaman yang minim didapat Karen ketika masih muda. 

Sebab kebanyakan siswa dan keluarnya berasal dari sejumlah negara mulai dari Inggris, Israel, Amerika, Kanada, Prancis, Pakistan, India, Malaysia, dan juga Bosnia. Menariknya diungkapkan Karen seperti dilansir Jewish Telegraphic Agency pada Rabu (13/11), bahwa sekolah Raja David Primary justru kebanyakan siswanya merupakan Muslim. 

"Sekitar 85 persen siswa Raja David Primary adalah Muslim. Jika anda memasuki halaman sekolah, anda akan melihat sebagian besar ibu-ibu (wali murid) mengenakan jilbab, banyak yang memakai niqab, beberapa perempuan juga mengenakan jilbab, dan anak laki-laki diharuskan menutupi kepala mereka mengenakan peci putih yang Tampak tak bisa dibedakan dengan kippah (topi yang biasa dipakai orang Yahudi). Bagaimanapun ini adalah sekolah Yahudi, semua-anak berpartisipasi dalam doa harian, mereka menutup mata dan membaca Shema, mereka melakukan musibah sekolah mingguan, makan di Sukkah dan melakukan mock seder sebelum paskah," katanya. 

Menurut Karen di Inggris di mana tak ada pemisahan antara gereja dan negara, tindakan ibadah bersama-sama sehari-hari diperlukan semua sekolah dasar sesuai dengan standar dan kerangka kerja Undang-Undang Sekolah tahun 1998. 

Kecuali, menurut Karen, jika  sekolah itu merupakan sekolah agama khusus, dimana praktik ibadah harus dijalankan sepenuhnya atau sebagian besar dari karakter Kristen yang umum. Dengan kata lain seperti yang kami dan banyak kelompok agama melihat semua sekolah di Inggris adalah sekolah agama. 

Karen mengatakan bahwa sekolah agama di Inggris didanai negara. Anak-anak Yahudi pun diberikan prioritas, namun dengan jumlah anak Yahudi yang terbatas maka untuk mengisi kekosongan ruang kelas di Raja David Primary, sekolah pun membuka lebar kesempatan bagi anak-anak yang tinggal di sekitar dan anak-anak dari agama lainnya.  

photo
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)

Menurut Karen, beberapa wali murid Muslim memilih Raja David Primary karena menawarkan pendidikan yang baik. Sekolah itu juga menghargai dengan menyediakan makan halal. Karen pun menceritakan tentang teman Muslimnya di mana anak-anak mereka satu kelas. 

Karen diberitahu tentang keluarga teman Muslimnya itu yang berhasil lolos dari genosida di Bosnia. Karen pun mengisahkan bahwa kakek dan neneknya juga korban Holocaust. Sejarah tragis yang dialami mereka dan memiliki kemiripan menjadi bagian yang menarik dari sekolah itu.   

"Pada intinya, Islam memiliki ikatan yang sangat dekat dengan Yudaisme, dan organisasi-organisasi akar rumput bermunculan di seluruh dunia untuk mengingatkan kita akan hubungan kita. Jadi mengapa saya harus terkejut bahwa teman-teman Muslim kami menjadi sekutu terbesar kami?," katanya. 

Sementara setelah anaknya yang bernama Lucas lulus dari Raja David Primary, Karen mengatakan anaknya pun melanjutkan pendidikan ke sekolah tingkat menengah. Namun, Karen mempunyai keluhan di sekolah anaknya yang baru itu. 

Setiap tahunnya, Karen harus berdebat dengan pihak sekolah agar Lucas bisa mengikuti libur perayaan Yahudi sampai-sampai Karen pun melibatkan Rabu dan komite penasihat pendidikan agama untuk masalahnya itu. 

Tak hanya itu, insiden baru-baru ini melibatkan seorang siswa laki-laki yang masih baru di sekolah menengah itu. Ia ditanya pertanyaan oleh guru tentang apa yang membuatnya sekolah di tempat itu. Dan siswa itu pun memberikan jawaban tentang alasannya sekolah di tempat yang baru karena guru di sekolah sebelumnya adalah orang Yahudi. Anak itu pun mengatakan bahwa dirinya membenci orang Yahudi. 

Namun ada hal menarik yang diceritakan Karen saat  siswa itu berkata serupa yang kali ini diarahkan pada anaknya Lucas. Seketika seorang siswa Muslim justru membela Lucas.  

"Dan orang yang membela putra saya seorang siswa Muslim bernama Omar. Hei itu tidak sopan, dan juga rasis. Omar dan Lucas tidak benar-benar teman,  seperti yang mereka katakan di sini. Saya tidak berpikir itu sebabnya Omar membela ketika situasi itu terjadi. Saya berpikir bahwa selain memiliki orang tua dengan nilai-nilai yang baik, Omar sensitif terhadap rasisme, dan khususnya rasisme anti-Yahudi, karena ia adalah lulusan Sekolah Dasar Raja David," kata Karen. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement