REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Setelah demonstrasi yang berubah menjadi kerusuhan di Chinese University of Hong Kong. Para mahasiswa mengantisipasi bila terjadi bentrokan lagi dengan polisi.
Selama dua hari berturut-turut kampus itu menjadi lokasi bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi. Pengunjuk rasa anti-pemerintah masih menduduki universitas yang berada di Sha Tin tersebut.
Mahasiswa ilmu politik Stephen Chan yang berusia 22 tahun mengatakan pertempuran ini sangat signifikan karena ia menilai Chinese University institusi yang prestisius. Seharusnya kampus ini menjadi tempat yang aman bagi pemuda-pemudi di Hong Kong.
Demonstran anti pemerintah membawa pedang bambu di Kampus Universitas China di Hongkong, Rabu (13/11).
"Ini rumah bagi semua mahasiswa," kata Chan kepada Aljazirah, Kamis (14/11).
Ada beberapa tanda-tanda pengunjuk rasa berencana segera melakukan evakuasi. Para sukarelawan mengisi tas yang berisi dengan tisu handuk, kaleng Red Bull, dan sabun.
Barang-barang itu ditimbun di berbagai lokasi di kampus. Sekelompok sukarelawan membagikannya di depan Jembatan Nomor-Dua. Lokasi utama bentrokan sebelumnya.
Di dekat jembatan tersebut pengunjuk rasa duduk-duduk di samping mobil terbakar yang menghalangi jalan. Mereka bersenjatakan busur dan anak panah. Sementara bom-bom molotov disimpan di bawah kendaraan universitas warna putih sebagai persiapan bila polisi melakukan tindakan.
Chung Yi Cheng, yang telah mengajar filsafat di Chinese University selama 25 tahun mengatakan unjuk rasa ini menandai tahapan baru, pemberontakan melawan pengaruh China di daerah otonom tersebut.
"Tampaknya mereka ingin menggunakan kampus sebagai lokasi untuk pertempuran jangka panjang," katanya.