REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam bahasa Arab, madrasah berarti “tempat belajar-mengajar”. Istilah ini digunakan untuk menyebut sekolah, universitas, ataupun akademi.
Pada komunitas Muslim awal, keberadaan madrasah sangat erat kaitannya dengan masjid. Pada masa itu, masjid merupakan pusat sosial tempat berlangsungnya berbagai aktivitas, seperti belajar-mengajar. Aktivitas belajar informal ini dilakukan oleh kaum Muslim terdidik dan madrasah diduga berkembang dari tradisi ini.
Secara arsitektur, terdapat beragam madrasah. Ada yang memiliki satu aula besar berkubah. Namun, konfigurasi tipikal adalah dua iwan (aula), tiga iwan, atau empat iwan dengan sebuah pekarangan tengah yang menghubungkan dua, tiga, atau empat aula besar berkubah. Madrasah biasanya memiliki gerbang-gerbang megah dan menara menjulang.
Madrasah tertua terdapat di Masjid Qarawiyyin di Fes, Maroko. Madrasah ini didirikan pada 859 M oleh Fatimah al-Fihri, putri seorang pedagang kaya raya. Seabad kemudian, tepatnya pada 959, berdiri madrasah lainnya di Masjid al-Azhar, Kairo, Mesir. Madrasah ini kemudian berkembang menjadi Universitas al-Azhar.
Pada masa-masa berikutnya, bermunculan madrasah lain di berbagai tempat. Tiga di antaranya akan kita sambangi bersama-sama.
Madrasah Mustansiriya
Dibangun di Baghdad oleh khalifah Abbasiyah, al-Mustanshir, pada 1227-1234, Madrasah Mustansiriya merupakan salah satu pusat pengajaran tertua di dunia. Dalam Ensiklopedia Seni dan Arsitektur Islam disebutkan, Mustansiriya merupakan contoh awal yang menawan dari desain madrasah dengan tiga iwan. Bangunan dua lantai yang terbuat dari batu-bata ini berbentuk persegi dengan ukuran 106 x 48 meter.
Pada masa Abbasiyah, para pelajar dari berbagai penjuru dunia datang ke pusat pembelajaran ini. Di sini, mereka mempelajari Alquran, teologi, kedokteran, fikih, matematika, dan sastra. Dari banyak madrasah yang ada, Mustansiriya merupakan salah satu yang menyediakan fasilitas bagi empat mazhab utama Islam Sunni, yakni Hambali, Syafi’i, Maliki, dan Hanafi. Para pengikut masing-masing mazhab memiliki pojok tersendiri di madrasah tersebut.
Madrasah Chahar Bagh
Pada masa Dinasti Utsmaniyah di Turki dan Dinasti Safawi di Iran, madrasah dibangun sebagai bagian dari kompleks besar dengan sebuah masjid megah sebagai pusatnya. Di Iran, dalam kompleks semacam itu sering juga terdapat caravanserai (penginapan), bazar, serta area komersial yang ditujukan untuk mendanai aktivitas pendidikan dan spiritual di madrasah. Salah satu contoh dari bentuk madrasah seperti itu adalah Madrasah Chahar Bagh di Isfahan, Iran. Dibangun oleh Sultan Hussain, salah satu penguasa Dinasti Safawi, pada 1706-1715, madrasah ini juga dilengkapi sebuah penginapan dan bazar.
Penginapan besar tersebut dikelola oleh ibunda Sultan Hussain. Pendapatan yang diperoleh dari penginapan itu kemudian digunakan untuk membiayai operasional madrasah. Kepada para siswanya, madrasah ini lebih banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama.
Madrasah Sultan Hasan
Di Kairo, Mesir, kaum Mamluk membangun sejumlah madrasah yang menawan. Dari semua itu, yang paling kondang adalah kompleks masjid dan madrasah Sultan Hasan. Masjid sekaligus madrasah ini dibangun pada 1356 atas perintah Sultan Mamluk, Hasan. Ketika didirikan, masjid dan madrasah Sultan Hasan merupakan salah satu bangunan terbesar di Kairo. Komponen-komponen arsitektural pada bangunan ini juga tergolong yang paling inovatif pada masa itu.
Madrasah ini didesain untuk menampung para pelajar dan ulama dari empat mazhab utama Islam Sunni, Hambali, Syafi’i, Maliki, dan Hanafi. Empat aula yang disediakan untuk para pelajar dan ulama itu berdiri megah mengelilingi pekarangan tengah yang besar. Bagian depan madrasah ini pun tampak gagah dengan ketinggian 36 meter dan panjang 76 meter. Saat ini, hanya satu menara asli yang masih berdiri. Meski demikian, menara yang menjulang setinggi 84 meter itu merupakan menara tertinggi dari abad pertengahan yang masih ada di Kairo.