REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pegiat Uighur Ferkat Jawdat (27 tahun) mengatakan para pemimpin dunia harus melakukan tindakan lebih keras mengenai cara Cina menggunakan pemantauan teknologi canggih untuk mengawasi dan menindas etnis minoritasnya.
Ibu Jawdat belakangan ditahan. PBB mengatakan lebih dari satu juta orang Uighur dan Muslim lain telah ditahan di kompleks besar yang dibangun di Xinjiang sejak 2017.
Center for Strategis and International Studies, satu kelompok pemikir AS, mengatakan orang Uighur digunakan untuk kerja paksa. Beijing telah membantah pemerintah telah melakukan penganiayaan dan menyatakan lokasi tersebut adalah pusat pelatihan ketrampilan.
Namun, mantan tahanan menggambarkan mereka diinterogasi, disiksa dan diindoktrinasi secara brutal. Jawdat adalah seorang insinyur perangkat lunak yang pindah ke Amerika Serikat pada 2011 bersama tiga saudaranya untuk bergabung dengan ayahnya. Ayahnya, Minaiwaier Tuersun, pernah dikirim ke satu kamp.
Tujuh lagi anggota keluarganya juga telah ditahan. "Makin banyak kamp dibangun. Saya tidak melihat akhir dari apa yang terjadi pada rakyat kami," kata Jawdat, yang dijadwalkan berbicara dalam acara tahunan Thomson Reuters Foundations, Trust Conference, di London, Kamis (14/11).
"Saya tahu itu takkan menghentikan ibu saya. Itu akan diperluas ke wilayah lain di China. Itu sebabnya mengapa saya memilih menjadi suara orang yang tak dapat bersuara," kata Jawdat.
Ia percaya banyak orang menjadi sasaran karena memiliki keluarga di luar Cina. Tak satu pun anggota keluarganya telah melakukan kejahatan dan tak ada alasan yang diberikan buat penahanan mereka.
Setelah ia mulai berbicara, ibunya dihukum tujuh tahun penjara, dan seorang bibi serta pamannya sampai delapan tahun. Tapi ibunya sakit berat sehingga ia dikembalikan ke kamp. Ibunya dibebaskan pada Mei, tapi masih berada di bawah pengawasan.
"Telepon genggamnya dipantau sepanjang waktu, Semua yang kami katakan didengarkan," kata Jawdat.
Amerika Serikat pekan lalu menyatakan sangat terganggu oleh laporan Pemerintah Cina telah mengganggu atau menahan keluarga pegiat Uighur yang mengungkapkan kisah mereka secara terbuka. Jawdat mengatakan juga ada bukti Cina menggunakan orang Uighur buat kerja paksa di pabrik di Xinjiang, yang memproduksi katun Cina.