Kamis 14 Nov 2019 14:15 WIB

Ini Lima Strategi BI Perkuat Industri Halal di Indonesia

Sertifikasi halal diperlukan untuk memperluas akses pasar.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo usai memberikan sambutan pada pembukaan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-6 di Jakarta Convention Center,Senayan, Rabu (13/11).
Foto: Republika/Prayogi
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo usai memberikan sambutan pada pembukaan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-6 di Jakarta Convention Center,Senayan, Rabu (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyampaikan lima strategi ke depan untuk memperkuat industri halal di Indonesia agar bisa menjadi produsen produk halal dalam rantai pasok industri halal global. Kelima strategi tersebut yakni peningkatan daya saing, sertifikasi, koordinasi, publikasi masif, serta kerja sama. 

"Implementasi lima jurus ini dapat menjadi kunci untuk menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pasar tapi juga sebagai basis produksi," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Konferensi INHALIFE pada Indonesia Sharia Economic Festival di Jakarta, Kamis (14/11).

Baca Juga

Strategi pertama yakni daya saing industri halal. Daya saing, kata Perry, dapat dilakukan melalui pemetaan sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan, seperti sektor makanan dan minuman, fashion, wisata, dan ekonomi digital.

Adapun yang kedua, yakni sertifikasi diperlukan untuk memperluas akses pasar. Oleh karena itu, para pengambil kebijakan dan pelaku perlu bersama mendorong agar barang dan jasa yang dihasilkan memperoleh sertifikasi halal.

Perry melanjutkan, strategi ketiga yakni koordinasi sekaligus sinergi kebijakan dan program antara pemerintah, BI dan lembaga terkait diperlukan untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. 

Strategi keempat yakni promosi. "Ini diperlukan untuk memperkenalkan kepada publik bahwa gaya hidup halal bersifat universal. Tidak hanya untuk musim tapi juga nonmuslim," tegas Perry.

Selanjutnya, strategi terakhir yakni mengenai kerja sama antar pemangku kepentingan industri halal nasional dan internasional adalah juga prasyarat untuk membangun dan mengembangkan industri halal global.

Perry menuturkan, kelima strategi tersebut untuk menjawab tantangan perkembangan industri halal global yang dapat dimanfaatkan Indonesia. Yaitu potensi pasar industri halal global yang semakin meningkat sejalan dengan populasi penduduk muslim sebanyak 1,84 miliar atau sekitar 24,4 persen dari populasi dunia.

"Potensi pengembangan sektor usaha berbasis syariah serta halal telah menjadi pilihan gaya hidup baik bagi muslim maupun nonmuslim," tuturnya.

Mengutip laporan dari Global Islamic Economy, pada akhir 2023 mendatang industri makanan halal akan bernilai  1,8 triliun dolar AS, industri pariwisata halal akan bernilai 274 dolar miliar AS, dan industri mode halal akan bernilai 361 miliar dolar AS.

Perry berpendapat, potensi tersebut harus didukung dengan langkah antisipatif untuk menjawab beberapa tantangan antara lain, perkembangan digitalisasi, perlunya konvergensi internasional, tata kelola industri halal dan regulasi yang tepat di seluruh dunia. Termasuk, di dalamnya melalui mekanisme pembiayaan syariah yang dapat dipertanggungjawabkan dan selalu berusaha menghasilkan barang dan jasa yang halal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement