REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Sebanyak 48 Lembaga Halal Dunia dari 26 negara yang tergabung dalam World Halal Food Council (WHFC) menggelar pertemuan di Jakarta. Pertemuan tersebut membahas masalah standardisasi hewan halal yang bisa dikonsumsi untuk dijadikan pedoman bagi lembaga sertifikasi halal dunia.
“Pembahasan standar ini penting untuk menjadi pedoman dalam proses sertifikasi halal, dan pengakuan sertifikat halal dari lembaga halal dunia,” kata Ketua Komite Syariah World Halal Food Council (WHFC) Asrorun Niam dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (14/11).
Niam berujar, pembahasan tersebut merupakan rekomendasi tindaklanjut dari pertemuan sebelumnya yang dilaksanakan di Australia, Italia, dan Indonesia. Pertemuan digelar di Hotel Sheraton Jakarta pada (13/11) sampai (15/11). Menurutnya pertemuan tersebut sangat stretegis, terlebih menjadi momentum pertama pasca berlakunya efektif kewajiban sertifikasi halal sesuai UU Jaminan Produk Halal.
“Pertemuan komite syari’ah terakhir merekomendasikan pembahasan dan penetapan standar hewan halal seiring dengan semakin berkembangnya teknologi pangan, terutama yang menggunakan bahan hewani”, ujar dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini.
Niam menjelaskan, hewan halal ada yang disebutkan secara eksplisit dalam nash, ada yang disebutkan indikasinya. Karena itu, perlu kedalaman pemahaman, baik aspek syari’ah maupun aspek teknis untuk mengetahui boleh tidaknya suatu jenis hewan dikonsumsi.
Lebih lanjut Niam memaparkan, hewan yang haram di samping disebutkan oleh dalil nash seperti babi, ada juga yang disebutkan indikasinya. Ada enam indikasi yang membuat hewan itu haram dimakan, yaitu karena masuk kategori kotor (khabits), membahayakan (dlaarrah), diperintahkan untuk dibunuh, dilarang untuk dibunuh, hewan buas yang memiliki taring, memiliki kuku tajam untuk memangsa, serta hewan yang mayoritas makannya barang najis dan kotor.
“Setelah itu, jika sudah terindentifikasi jenis hewannya apakah masuk kategori boleh dimakan atau disebut sebagai ma’kul al-lahm, maka harus dipastikan persyaratan berikutnya, proses penyembelihan dan pengolahannya,” katanya Niam.
Kaedahnya, ujar Niam, daging hewan yang halal dikonsumsi itu belum boleh dikonsumsi selama belum ada kejelasan tentang proses penyembelihan dan pengolahannya. Dalam konteks bisnis produk pangan, kata Niam, di sinilah urgensi pemeriksaan, auditing, dan sertifikasi halal, untuk memberikan jaminan kepada konsumen akan kehalalan produk tersebut.
Setidaknya sambung Niam, ada 11 Fatwa MUI yang terkait dengan hewan. Di antara fatwa tentang daging kelinci, kodok, cacing dan jangkrik, kepiting, bekicot, hewan ternak yang diberi pakan barang, produk yang dihasilkan lebah seperti royal jelly dan bee pollen, kangguru, dan terakhir yang baru ditetapkan adalah Bajing dan Bulus.
Terkait dengan fatwa tentang Bajing, Niam menjelaskan bahwa teknologi pangan sekarang memungkinkan daging bajing diekstrak sebagai bahan baku pangan. “Untuk itu perlu ada panduan hukumnya”, ujar Niam.
Fatwa Nomor 48 Tahun 2019 itu menyebutkan, Bajing merupakan hewan yang halal untuk dikonsumsi (ma’kul al-lahm) dengan syarat disembelih secara syar’i. Akan tetapi, bajing di suatu daerah yang ditetapkan sebagai satwa langka wajib dilindungi, karenanya tidak boleh diburu dan disembelih.
“Standar penetapan hewan halal ini penting untuk dijadikan panduan, agar ada keseragaman parameter dalam proses penetapan fatwa, terutama jika terkait dengan produk berbahan hewani dan turunannya”, kata doa.
WHFC adalah wadah berhimpun lembaga sertifikasi halal dunia yang keanggotaannya berasal dari seluruh negara di dunia. WHFC dibentuk untuk mengarusutamakan kehalalan produk yang dikonsumsi umat Islam sebagai wujud perlindungan pada konsumen dan kini anggota WHFC berjumlah 65 delegasi dari 26 negara.
Pertemuan di Jakarta merupakan pertemuan tahunan yang diikuti oleh seluruh lembaga sertifikasi halal anggota WHFC seluruh dunia guna membahas berbagai permasalahan kontemporer di bidang kesyariahan serta perkembangan teknologi pangan. Pertemuan juga membahas strategi konsolidasi agar isu halal terus menjadi isu utama dalam produk pangan.
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement