REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kesultanan Oman yang terbentang di pesisir tenggara Semenanjung Arab dan terletak di belahan utara bumi terkenal dengan salah satu pelaut legendanya. Penduduk Oman adalah pelaut kuno, bahkan kisah-kisah masyarakat ini digubah menjadi hikayat yang masyhur, Sinbad.
Ayman menyebut, mental pelaut adalah jiwa-jiwa petarung yang identik dengan pekerja keras. Kendati begitu, hati para pelaut terutama penduduk Oman sangat terbuka dan menerima berbagai macam pandangan dan perbedaan.
“Kami keturunan pelaut yang menjunjung tinggi toleransi,” kata Political, Economic, and Media Advisor Kedutaan Oman di Indonesia, Ayman Saeid, di sela-sela pameran bertajuk Pesan Islam dari Oman, di Perpusatakaan Nasional RI, Jakarta, Kamis (14/10). Pameran yang berlangsung mulai 14-18 November digelar Kedutaan Besar Kesultanan Oman di Jakarta.
Sejak abad ke-8, jauh sebelum bangsa Eropa menjelajahi dunia, bangsa Oman telah mengarungi ganasnya lautan untuk berniaga hingga ke Cina. Di mana saat itu buah kurma dapat ditukar dengan sutra dan porselen. Komoditas lain yang diperdagangkan mencakup emas, gading, dan rempah-rempah.
Penjelajah Muslim Ibnu Batutah bahkan mencatat, perdagangan bangsa Oman melalui Pantai Malabar diisi dan didominasi dari berbagai komunitas Arab, termasuk Oman dan Yaman. Tak hanya itu, pada abad ke-19 Pulau Zanzibar berkembang menjadi pusat perdagangan Oman terutama komoditas gading dan cengkeh.