REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar, Indra Bambang Utoyo resmi maju dalam pemilihan Ketua Umun partai di Musyawarah Nasional (Munas) pada 4-6 Desember mendatang. Alasannya ikut dalam kontestasi itu adalah karena ia prihatin dengan kondisi partai berlambang pohon beringin itu saat ini.
Ia menjelaskan, perolehan suara Partai Golkar terus menurus setiap digelarnya pemilihan umum (Pemilu). Khususnya sejak 2014, ketika partai tersebut pecah menjadi dua kubu.
Namun atas desakan Presiden Joko Widodo saat itu, Partai Golkar pada akhirnya menggelar Munas di Bali. Saat itu, Setya Novanto dipilih menjadi Ketua Umum partai tersebut.
"Golkar tetap bermasalah, sampai-sampai ketua umum dan sekjen (Idrus Marham) terlibat KPK, dan konsolidasi tidak tercapai. Suara Golkar (di Pemilu 2019) nomor tiga di bawah Gerindra," ujar Indra saat dihubungi, Jumat (15/11).
Melihat konflik yang kembali terjadi jelang Munas 2019, ia mengaku jengah dengan hal itu. Jika hal ini terus terjadi, kata Indra, bukan tidak mungkin suara Partai Golkar akan menurun pada Pemilu 2024.
"Bila konsolidasi cara seperti sekarang tetap dijalankan, maka pesimistis Partai Golkar akan bisa menggeliat dari keterpurukan," ujar Indra.
Atas dasar itulah, Indra nekad maju dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar. Ia akan menantang Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo yang diisukan maju dalam kontestasi.
Berdasarkan AD/ART Partai Golkar, untuk dapat lolos menjadi calon ketua umum Indra harus didukung oleh 180 suara atau 30 persen DPD. Saat ini, terdapat 590 pemilik suara sah yang terdiri dari DPP, DPD I, dan DPD II. "InsyaAllah saya maju dengan niat ingin membesarkan Partai Golkar," ujar Indra.