REPUBLIKA.CO.ID, SANTA CLARITA -- Penembakan di Saugus High School, Kalifornia, Amerika Serikat (AS) picu kepanikan. Orang tua berkumpul di luar sekolah menunggu untuk bertemu dengan anak-anak mereka.
Pada Jumat (15/11), Wakil Sheriff Tim Murakami mengunggah permintaan maaf kepada orang tua di media sosial Twitter. Hal itu karena penyidik harus mewawancari para siswa sebelum memulangkan mereka ke orang tua masing-masing.
Penembakan tersebut menewaskan dua siswa satu seorang remaja putri berusia 16 tahun dan satu siswa putra berusia 14 tahun. Juru bicara Rumah Sakit Providence Holy Cross Patricia Aidem mengatakan tiga siswa lainnya yakni remaja putri berusia 14 dan 15 serta satu remaja putra berusia 14 tahun yang terluka karena insiden tersebut sudah di rawat.
Pihak berwenang remaja putra berusia 14 tahun yang sempat dirawat di rumah sakit sudah dipulangkan. Sementara, setelah melakukan aksinya pelaku menembak dirinya sendiri.
Sheriff Alex Villanueva mengatakan pelaku adalah siswa dari Saugus High School. Tapi ia tidak mengidentifikasi pelaku tersebut. Sheriff mengatakan akun instagram yang diyakini milik pelaku terdapat unggah yang berisi tulisan 'Saugus, bersenang-senang di sekolah besok'.
Pesan tersebut ditemukan setelah penembakan terjadi. Sheriff mengatakan belum diketahui kapan dan untuk siapa pesan itu diucapkan.
Shauna Orandi, sedang berada di kelas bahasa Spanyol untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Ia mendengar empat suara tembakan yang ia kira suara dari kelas musik.
Ia mengatakan teman-temannya berlari masuk kelas sambil mengatakan mereka melihat ada orang membawa senjata. Lalu teman-temannya di kelasnya langsung hening.
"Mimpi terburuk saya menjadi kenyataan, inilah, saya akan mati," kata Orandi saat meninggalkan sekolah bersama ayahnya.
Rosie Rodriguez mengatakan ia sedang berjalan di tangga menuju perpustakaan. Ia mendengar suara berisik seperti balon meledak. Ia sadar bunyi itu adalah suara letusan tembakan ketika ia melihat siswa lainnya berlari.
Rodrigoez yang membawa ransel penuh buku lari ke arah jalanan menuju rumah. Ada seseorang yang tak ia kenal memberikan tempat sementara untuknya dan sekitar 10 siswa lainnya.
"Saya hanya mendengar banyak anak-anak menangis, kami takut," kata Rodriguez.