Sabtu 16 Nov 2019 00:00 WIB

Terus Defisit, Akankah Jokowi Rombak Direksi BPJS Kesehatan?

Angka defisit BPJS Kesehatan berpotensi menyentuh Rp 32 triliun per akhir 2019.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan sidak (inspeksi mendadak) pelayanan BPJS Kesehatan di RSUD Dr Abdul Moeloek, Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Jumat (15/11) pagi.
Foto: Republika/Sapto Andika
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan sidak (inspeksi mendadak) pelayanan BPJS Kesehatan di RSUD Dr Abdul Moeloek, Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Jumat (15/11) pagi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke RSUD Dr Abdul Moeleok Bandar Lampung di sela kunjungan kerjanya ke Provinsi Lampung, Jumat (15/11). Di rumah sakit ini, Jokowi secara khusus meninjau pelayanan pasien pengguna BPJS Kesehatan, khususnya penerima bantuan iuran (PBI) alias gratis.

Dari hasil perbincangan dengan sejumlah pasien, Jokowi hanya menemukan satu pasien PBI BPJS Kesehatan. Sisanya adalah pasien dengan tingkat iuran kelas III BPJS Kesehatan. Jokowi ingin memastikan seluruh alokasi subsidi untuk BPJS Kesehatan benar-benar sampai kepada penerima bantuan iuran (PBI).

Baca Juga

Di akhir sidaknya, Jokowi sempat menyampaikan kepada media bahwa perlu ada perbaikan tata kelola BPJS untuk meningkatkan kepatuhan peserta dalam membayar iuran. Bahkan Jokowi menyebut bahwa defisit BPJS Kesehatan yang semakin membengkak disebabkan oleh salah pengelolaan.

Catatan BPJS Kesehatan, angka defisit berpotensi menyentuh angka Rp 32 triliun hingga akhir 2019. "Sekali lagi kita kan sudah membayari yang 96 juta (jiwa). Total dibayar oleh APBN tapi di BPJS terjadi defisit itu karena salah kelola aja. Yang harusnya bayar pada nggak bayar. Artinya penagihan harus diintensifkan," jelas Jokowi usai meninjau pelayanan BPJS Kesehatan di RSUD Dr Abdul Moeloek, Lampung, Jumat (15/11).

Dengan mendesaknya perbaikan manajemen secara menyeluruh, lantas apakah Jokowi akan melakukan perombakan direksi sebagai bentuk reformasi struktur? Hal ini sempat ditanyakan awak media kepada Jokowi. Mendengar pertanyaan ini, Jokowi sempat menyunggingkan senyum dan memilih menjawab secara normatif.

"Ini saya coba ke lapangan dulu. Saya mau melihat ini dulu, fase penggunaan BPJS seperti apa," ujar Jokowi singkat sambil berjalan meninggalkan ruangan.

Khusus terkait pembengkakan defisit, Jokowi memandang bahwa satu-satunya jalan keluar adalah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Melalui Perpres nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah akan menaikkan iuran menjadi Rp 42 ribu per bulan untuk kelas III, sebesar Rp 110 ribu per bulan untuk kelas II, dan sebesar Rp 160.000 per bulan untuk kelas I.

"Ya kalau ini nggak dilakukan ya terjadi defisit. Defisit kan mau nggak mau iurannya harus dinaikkan. Gitu," kata Jokowi.

Pemerintah mencatat, jumlah peserta BPJS Kesehatan terbesar masuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh anggaran APBN. Data BPJS Kesehatan per 31 Oktober 2019 menyebut bahwa terdapat 96.055.779 peserta BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh APBN.

Jumlah tersebut belum termasuk jumlah peserta dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai anggaran APBD yang mencapai 37.887.281 peserta berdasarkan data yang sama. Artinya, lebih dari 133 juta peserta BPJS Kesehatan atau kurang lebih 60 persen dari total kepesertaan BPJS Kesehatan yang mencapai 222.278.708 (per 31 Oktober 2019) ditanggung oleh negara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement