REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil meninjau langsung progres pembangunan Terowongan Nanjung di Curug Jompong, Margaasih, Kabupaten Bandung, Sabtu (16/11). Terowongan air kembar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum itu dibangun untuk mengatasi permasalahan banjir akibat luapan Sungai Citarum.
Terowongan Nanjung dengan panjang masing-masing 230 meter ini akan rampung pada pertengahan Desember 2019. Terowongan Nanjung ditargetkan beroperasi di Januari 2020.
"Insya Allah terowongan ini pertengahan Desember 2019 selesai dan efektif berfungsinya di awal tahun 2020," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil kepada wartawan akhir pekan ini.
Pembangunan yang dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini bertujuan untuk mempercepat aliran air menuju Waduk Saguling. Pembangunan terowongan diharap bisa meminimalisir banjir yang ditimbulkan setiap musim hujan.
Menurut Kepala BBWS Citarum Bob Arthur, dengan akan beroperasinya terowongan air Curug Jompong, aliran Sungai Citarum dari kawasan hulu akan semakin lancar. Potensi banjir di Kabupaten Bandung nantinya bisa ditekan meski tidak menjangkau semua kawasan.
"Sekarang sudah 95 persen terowongan selesai," kata Bob
Bob menjelaskan, beroperasinya terowongan air Curug Jompong ini mampu mengurangi banjir hingga 700 hektare. Jika biasanya bencana tersebut menggenangi 3.500 hektare di wilayah Kabupaten Bandung, diprediksi jumlahnya akan berkurang menjadi 2.700 hingga 2.800 hektare.
"Jumlah kepala keluarga yang terbebas banjir sekitar 14 ribu KK," katanya.
Meski tidak semua wilayah akan terbebas banjir, Bob berharap keberadaan terowongan air ini bisa mempercepat genangan air di sejumlah daerah.
"Setidaknya terowongan air ini bisa mempercepat genangan. Banjir tetap, tapi genangannya tidak akan lama, karena air di sungai mengalirnya jadi lebih cepat," katanya. Ia menyebut genangan banjir yang biasanya surut berpekan-pekan, kini bisa surut hanya dalam hitungan hari.
Terowongan air memiliki dua pipa yang masing-masing berukuran panjang 230 meter dengan diameter 8 meter. Terowongan ini mampu mengalirkan air dari Sungai Citarum hingga 700 m3/detik.
"Masing-masing terowongan 350 m3/detik," katanya.
Selain bisa mempercepat aliran air, kata dia, terowongan di Curug Jompong inipun mampu menarik material sedimentasi yang ikut terbawa air. Sebab, terowongan ini memiliki kolam penyimpan sedimentasi yang mampu menampung hingga 6.000 m3.
"Jadi selain bisa mempercepat air, juga bisa menjadi penangkapan sedimentasi," katanya.
Gubernur Emil pun mengucapkan terima kasih atas pengerjaan terowongan ini. "Ini kerja tim, semuanya punya peran masing-masing," katanya.
Menurut Emil, terowongan ini merupakan bukti hadirnya pemerintah untuk mengatasi banjir tahunan tersebut. Saat ini, terdapat 16 proyek yang dikerjakan pemerintah untuk normalisasi Sungai Citarum yang tujuannya juga untuk menekan banjir.
"Skala kecil, menengah, sampai besar. Proyek terbesar ya pembangunan terowongan dua jalur ini, untuk mmpercepat aliran air," katanya.
Selain itu, Emil menyebut pihaknya tengah membebaskan lahan untuk pembangunan kolam retensi dan situ/embung di kawasan hulu.
"Kita membebaskan lahan untuk membuat (kolam retensi) Cieunteung-Cieunteung baru, seluas 4,5 hektare. Di daerah hulu kita terus buat situ," katanya.
Emil mengakui, semua pengerjaan tersebut memerlukan biaya yang tinggi sehingga cukup menguras keuangan negara. Ia memperkirakan, nilai proyek tersebut mencapai Rp 1 triliun.
Emil pun meminta warga untuk disiplin terutama dalam membuang sampah. "Itulah mahal. Supaya tidak mahal, marilah berperilaku baik," katanya.
Di tempat yang sama, Bupati Bandung Dadang Naser meminta pihak yang mengerjakan proyek tersebut agar berkoordinasi dengan pemerintah setempat. Sebab, terdapat sejumlah pohon yang terpaksa ditebang akibat normalisasi tersebut.
"Jangan jalan sendiri. Karena ada laporan warga, yang mengeluhk pohon ditebang. Padahal pohon itu ditanam warga sebagai penghijauan, normalisasi Citarum," katanya.