Ahad 17 Nov 2019 18:05 WIB

Letusan Merapi Akibatkan Hujan Abu

Merapi kembali erupsi hari ini dan mengakibatkan hujan abu.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Letusan Gunung Merapi terlihat dari bungker Kaliadem, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Ahad (17/11/2019).
Foto: Antara/Rudi
Letusan Gunung Merapi terlihat dari bungker Kaliadem, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Ahad (17/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gunung Merapi mengeluarkan letusan kedua pada November 2019. Setelah pada 9 November lalu, letusan kembali terjadi pada 17 November yang mengakibatkan hujan abu yang dirasakan sebagian warga.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida mengatakan, kegempaan memang kembali meningkat sebelum letusan. Malah, sudah terjadi sejak 15-16 November.

Seismograf mencatat gempa rata-rata vulkano tektonik (VTA) 15 kali per hari dan multifase (MP) 75 kali per hari. Pada 17 November, ada tiga kali VTA, empat kali VTB (dangkal) dan 16 kali MP.

"Peningkatan kegempaan ini diduga mencerminkan akumulasi tekanan gas di bawah permukaan kubah yang berasal dari dapur magma di kedalaman lebih dari tiga kilometer," kata Hanik kepada wartawan, Ahad (17/11).

Kemudian, 17 November sekitar 10.46 terjadi letusan yang terekam di seismogram dengan amplitudo 70 milimeter dan durasi 155 detik. Awan panas meluncur dengan jarak lebih dari satu kilometer ke Kali Gendol.

Selain itu, kolom asap letusan mencapai tinggi lebih dari 1.000 meter dari puncak. Antisipasi gangguan ke penerbangan, Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) diterbitkan dengan kode warna orange.

"Hujan abu dilaporkan terjadi di sekitar Gunung Merapi dengan arah dominan ke sektor barat sejauh 15 kilometer dari puncak, yaitu di sekitar Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang," ujar Hanik.

Ada pula hujan abu terjadi di sekitar Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Magelang. Selain awan panas, masyarakat diminta mewaspadai runtuhnya kubah lava dan jatuhan material vulkanik dari letusan eksplosif.

Ia menekankan, kejadian semacam ini masih dapat terus terjadi sebagai indikasi suplai magma dari dapur magma masih berlangsung. Ancaman bahaya berupa awan panas dari bongkaran material kubah lava.

Serta, kotoran material vulkanik dengan jangkauan lebih dari tiga kilometer. Itu berdasarkan volume kubah yang sebesar 416.000 meter kubik dan berdasarkan data drone pada 30 Oktober 2019.

"Masyarakat tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa di luar radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi," kata Hanik.

Untuk informasi resmi aktivitas Gunung Merapi, masyarakat dapat mengakses informasi melalui Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) terdekat. Lalu, situs-situs resmi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Setelah letusan, secara meteorologi, Petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Babadan, Yulianto melaporkan, cuaca cerah dan berawan. Angin bertiup sedang hingga kencang ke arah barat.

"Suhu udara 24,1-31,5 derajat celcius, kelembaban udara 17-51 persen dan tekanan udara 628,6-708,9 milimeter merkuri. Asap kawah tidak teramati," ujar Yulianto.

BPPTKG tetap merekomendasikan area dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi agar tidak ada aktivitas manusia. Seperti letusan sebelumnya, masyarakat agar mengantisipasi awan panas.

Kemudian, mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di sekitar puncak. Yang berbeda, setelah letusan Ahad (17/11) siang BPPTKG turut meminta masyarakat mewaspadai letusan eksplosif.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement