REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Badan Kajian Strategis dan Intelijen Partai Golkar, Djafar Ruliansyah Lubis mengatakan pemilihan ketua umum Partai Golkar harus dilaksanakan secara demokrasi dengan memilih calon yang ada. Sehingga memilih ketua umum dengan jalur aklamasi harus dihindari.
Djafar menyebut pemilihan melalui aklamasi bisa menghancurkan Partai Golkar itu sendiri. Karena secara tidak langsung Partai Golkar kembali ke pola-pola era masa lampau yang sudah ditinggalkan.
"Jadi sadarlah kita semua sebagai kader Partai Golkar sebelum kita hancur. Majunya Partai Golkar di tangan Kadernya itu sendiri, bukan oleh orang luar atau lain," ungkap Djafar saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (17/11).
Oleh karena itu, Djafar meminta agar mekanisme pola era orde baru harus dihentikan. Apalagi sejak reformasi Golkar-lah cerminan politik demokrasi yang sesungguhnya dipertontonkan pada seluruh rakyat Indonesia. Golkar yang memakai sistem Konvensi pertama kali dalam menentukan pilihan calon presiden.
"Golkar-lah yang pertama kali mempertontonkan pada rakyat Indonesia soal demokrasi pemilihan pemimpin partainya, dengan meninggalkan pola jadul sistem aklamasi," ungkapnya.
Disamping itu, Djafar menjelaskan, aklamasi dalam Partai Golkar itu jika dalam musyawarah nasional (munas) hanya ada calon tunggal , yang daftar ke panitia munas. Jika dalam voting pertama salah satu calon ketum memperoleh Suara 50 persen +1.
"Kalau yang 30 persen itu syarat masuk dari bakal calon ketum menjadi calon ketum," tutur Djafar.