Senin 18 Nov 2019 10:09 WIB

Analis Ingatkan Investor Soal Saham Meroket karena Rumor

Sebelum membeli saham tertentu, investor disarankan melihat fundamental emiten.

Pengunjungi mengamati layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. ilustrasi
Foto: ANTARA FOTO
Pengunjungi mengamati layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar saham mengingatkan investor di pasar modal memperhatikan dan mewaspadai pergerakan harga saham dan transaksinya. Terutama yang perlu diwaspadai saham yang harganya melesat kencang karena rumor yang berkembang.

Investor di pasar modal sudah seharusnya memperhatikan saham mana saja yang bergerak karena fundamentalnya (kinerjanya) dan saham apa saja yang bergerak cepat (harganya) lantaran dipicu rumoryang berkembang.

Baca Juga

Analis Investa Saran Mandiri, Hans Kwee di Jakarta, Senin (18/11), mengatakan investor yang hanyut karena terbawa arus rumor dikhawatirkan akan terjerumus pada kerugian dalam investasinya. "Hati-hati dengan saham yang bergerak kencang karena rumor. Itu mengandung risiko," kata Hans Kwee.

Dia mengatakan selain melihat potensi bisnis perusahaan di masa mendatang, ada baiknya sebelum masuk (membeli) ke saham tertentu investor harus bisa melihat fundamental emiten tersebut. "Artinya secara kuantitatif investor harus bisa melihat kinerja perusahaan antara lain dengan melihat price book value ratio (PBV) dan price earning ratio (PER)," katanya.

Sebelumnya pada perdagangan akhir pekan kemarin (15/11) saham sektor perbankan bergerak positif. Namun yang menarik saham PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO) kembali menguat untuk yang kesekian kalinya.

Sempat melonjak hingga 25 persen, harga saham emiten ini akhirnya ditutup di Rp2.950 per saham atau hanya naik 9,26 persen. Dengan begitu saham ARTO sepanjang tahun ini telah mencetak rekor kenaikan hingga 1.469 persen.

Kenaikan harga saham ARTO yang signifikan ini disinyalir karena sentimen merger dan akuisisi. Bankir senior Jerry Ng dan Pengusaha Patrick Walujo rencananya berkongsi mencaplok 51 persen saham Bank Artos.

Bank Artos nantinya akan dibawa menjadi bank digital yang melayani segmen menengah dan mass market menggunakan teknologi.

Menurut Hans, investor ada baiknya mencermati saham ini dan bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan dengan tidak terlalu mengikuti rumor. Pasalnya harga saham ini tidak mencerminkan fundamentalnya.

Sementara itu Pengamat Pasar Modal Satrio Utomo mengatakan untuk masuk ke saham sektor finance, ada baiknya investor melihat rasio PBV-nya. Lantaran dengan melihat PBV dapat membantu investor untuk membandingkan nilai pasar atau harga saham yang mereka bayar per saham dengan ukuran tradisional nilai suatu perusahaan.

Jika PBV sudah sangat besar, investor perlu hati-hati. Menurutnya PBV saham di industri finance dikategorikan rendah jika di bawah 2x (dua kali).

"Kalau sudah di atas 30x, hati-hati, ini sudah seperti bom waktu," ujarnya memperingatkan.

Berdasarkan data data RTI per 15 November 2019, PBV ratio saham ARTO tercatat sebesar 35,12 x dan PER sebesar -128,26x.

Bandingkan dengan bank lain seperti BBRI yang memiliki PBV 2,53x dan PER 15,26x. PBV BBCA 4,61x dan PER 27,74x. Sedangkan PBV BMRI dan BBNI masing-masing 1,62x, 1,15x dengan PER 12,00x dan 8,70x.

Hans menjelaskan secara bisnis korporasi Bank Artos kedepannya potensi besar terlebih setelah diakuisisi oleh perusahaan milik Jerry Ng bernama PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan entitas milik Patrick Walujo yakni Wealth Track Technology Limited (WTT) yang berbasis di Hongkong.

Jika visi pengendali baru ini terwujud dan Bank Artos menjadi fully digital bank, maka nilai valuasi bank akan meningkat sangat besar. "Namun kembali lagi investor tetap harus berhati-hati karena sejauh ini hal tersebut masih spekulasi," terangnya.

Oleh sebab itu investor kata dia sebaiknya wait and seehingga manajemen baru memaparkan rencana bisnisnya dalam mengembangkan bank ini, dan menyelesaikan proses right issue.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement