REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mendapat amanah dari Undang-undang (UU) Sistem Perbukuan untuk menulis buku agama di sekolah dan madrasah. Maka Kemenag sedang menulis ulang dan mentashih buku-buku agama agar kualitasnya menjadi lebih bagus.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag, Prof Kamaruddin Amin mengatakan, sebelumnya buku-buku agama di sekolah ditulis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sekarang ditulis Kemenag. Jadi buku-buku agama di sekolah mulai dari kelas satu dan seterusnya akan ditulis ulang karena Kemenag mendapat amanah dari UU Sistem Perbukuan.
Ia menyampaikan, buku-buku agama untuk madrasah mulai dari kelas satu sampai kelas 12 juga ditulis ulang. "Kira-kira tujuannya untuk (membuat buku-buku agama) semakin bagus kualitasnya, yang tidak kalah pentingnya memastikan bahwa dalam buku-buku itu tidak ada lagi unsur atau materi yang mengandung potensi radikalisme," kata Prof Kamaruddin kepada Republika, Kamis (14/11).
Dirjen Pendis ini menyampaikan bahwa Kemenag ingin memastikan bahwa buku agama mengandung nilai atau materi yang mengarus utamakan beragama secara moderat. Jadi konten bukunya mengandung nilai-nilai toleransi, menghargai orang lain, menghargai perbedaan dan mencintai negara atau nasionalisme.
Ia menerangkan, belajar agama agar anak-anak menjadi soleh dam rajin beribadah. Tapi ada fungsi lain dari belajar agama yaitu agar anak-anak yang belajar agama menjadi respek terhadap orang lain, demokratis, moderat, inklusif, dan menebar kedamaian. Jadi ke arah sana orientasi pengajarannya.
"Jadi agama nanti bisa berfungsi menjadi instrumen dalam menciptakan kohesi sosial. Dalam menciptakan stabilitas sosial, pengetahuan agama bisa menjadi instrumen atau alat untuk menciptakan kondisi Indonesia yang lebih damai," ujarnya.
Prof Kamaruddin menyampaikan bahwa penulisan ulang buku-buku agama untuk sekolah dan madrasah ditargetkan selesai akhir tahun ini karena sudah lama dimulainya. Rencananya buku-buku agama tersebut di awal tahun 2020 sudah bisa digunakan di sekolah dan madrasah.
Ia menjelaskan, buku-buku agama yang ditulis ulang dan ditashih Kemenag hanya buku untuk sekolah dan madrasah. Kalau untuk pesantren sudah ada Kitab Kuning, selain itu ada standar kitab yang harus digunakan di pondok-pondok pesantren. Misalnya untuk tingkat pertama di pesantren ada standar kitab-kitab yang diajarkan ke santri di tingkat tersebut.
Dirjen Pendis juga mengatakan, buku-buku agama untuk sekolah yang dibuat oleh masyarakat harus ditashih oleh Kemenag. "Buku teks memang ditulis Kemenag, buku pengayaan bisa ditulis oleh masyarakat tapi harus ditashih dulu oleh Kemenag," ujarnya.
Ia menjelaskan, buku-buku agama tersebut ditashih oleh semacam unit eselon dua yang menangani perbukuan di bawah Badan Litbang dan Diklat Kemenag. Jadi buku-buku yang diterbitkan oleh Kemenag maupun buku-buku yang di tulis masyarakat itu ditashih dulu oleh Kemenag. "Prosedurnya (buku-buku agama) diserahkan kepada Kemenag untuk ditshih, baru bisa dipublis," jelasnya.