Senin 18 Nov 2019 13:45 WIB

OJK Dicecar DPR Soal Pengawasan ke Jiwasraya dan Bumiputera

Asuransi Jiwasraya dan AJB Bumiputera menghadapi persoalan kekurangan modal.

Asuransi Jiwasraya
Foto: Republika/Prayogi
Asuransi Jiwasraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI DPR mencecar Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai kualitas pengawasan terhadap industri jasa keuangan. Hal ini menyusul masalah kekurangan permodalan dan likuiditas yang mendera dua perusahaan asuransi terkemuka PT Asuransi Jiwasraya dan AJB Bumiputera 1912.

"Ada pembayaran klaim yang belum terbayar di daerah pemilihan (dapil) saya. Ada juga masalah-masalah di industri keuangan yang terus mencuat, padahal semangat Komisi XI saat menyetujui pendirian OJK, yang berpisah dari Bank Indonesia, agar pengawasan lebih efektif," ujar Anggota Komisi XI DPR Vera Febyanthy dari Fraksi Partai Demokrat di Rapat Anggaran OJK 2020 di Jakarta, Senin (18/11).

Baca Juga

Vera meminta Dewan Komisioner OJK mengingat kembali tujuan pendirian lembaga pengawas dan regulator itu. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan efektivitas dan kontribusi sektor mikroprudensial terhadap perekonomian.

Namun saat ini, ujar Vera, justru, banyak kasus yang mencuat mengenai buruknya kesehatan beberapa perusahaan jasa keuangan, dan hal itu mengancam stabilitas sistem keuangan.

Anggota Komisi XI DPR Misbakhun meminta sebelum usulan anggaran OJK disetujui oleh parlemen, lembaga pengawas industri keuangan itu harus memaparkan terlebih dahulu rencana untuk menyehatkan industri jasa keuangan.

Misbakhun, secara khusus menyoroti masalah kekurangan permodalan Jiwasraya, kekurangan likuiditas Bumiputera, dan pencarian investor oleh PT Bank Muamalat yang tak kunjung rampung.

"Hal ini harus dibahas sebelum rapat panitia kerja (panja), karena jarang-jarang juga kita bisa mengumpulkan Dewan Komisioner OJK secara komplit seperti sekarang ini," ujar Misbakhun dari Fraksi Partai Golkar.

Legislator lainnya dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno mempertanyakan kualitas manajerial di OJK. Menurutnya, sesuai undang-undang, OJK sudah diberikan kewenangan pengawasan yang tinggi.

Namun, kewenangan itu tidak dioptimalkan dengan baik oleh OJK. Dia khawatir masalah Bank Century bisa terulang. "Tidak ada sinyal tapi tiba-tiba ada letupan soal banyaknya kasus di jasa keuangan. OJK ini tidak tegas, 'ingah-ingih', kalau istilah orang Jawa. Padahal, OJK punya kewenangan yang besar," ujar dia.

Namun, sayangnya OJK akan menjawab pertanyaan para anggota Komisi XI DPR tersebut dengan cara tertutup. "Beberapa perusahaan tadi, kita sudah melakukan analisis detail. Ada beberapa pemilik dari industri jasa keuangan yang kita minta untuk tambah modal atau cari investor strategis. Untuk pembahasan detailnya, minta secara tertutup," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement