REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Buruh Jawa Barat resah dengan adanya surat Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor: B-M/308/HI.01.00/X/2019 tertanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019 yang ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia.
Menurut Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Provinsi Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto, buruh pun resah dengan surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Nomor: 561/7575/HI & Jamsos tertanggal 6 November 2019 tentang Penyampaian Upah Minimum yang ditujukan kepada seluruh Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota Se Jawa Barat. Hal itu karena, isinya Gubernur tidak wajib menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
"Kami sangat khawatir jika sampai tanggal 21 November 2019 Gubernur Jawa Barat tidak menetapkan UMK 2020 yang menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai jaring pengaman bagi pekerja lajang nol tahun untuk melindungi pekerja," ujar Roy kepada wartawan, Senin (18/11).
Roy Jinto mengatakan, buruh berpendapat surat Menteri Ketenagakerjaan tersebut, telah bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Serta, cenderung mengarahkan gubernur di seluruh Indonesia agar tidak menetapkan UMK. Begitu juga, surat Disnakertrans Provinsi Jawa Barat yang ditujukan kepada Disnaker Kabupaten/Kota di Jawa Barat cenderung mengarahkan agar Bupati/Walikota tidak merekomendasikan UMK tahun 2020. Serta, Pemerintah kabupaten/Kota diminta untuk melakukan langkah-langkah antisipasi dampak dari tidak di tetapkannya UMK 2020.
"Dengan mempelajari surat Disnakertrans Provinsi Jawa Barat tersebut, kami menarik kesimpulan bahwa Gubernur Jawa Barat berkeinginan tidak akan menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2020," katanya.
Menurut Roy, buruh pun menyatakan beberapa sikap dengan adanya Surat dari Menaker, yakni, pertama mendesak Gubernur Jawa Barat untuk tetap menetapkan UMK 2020 sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kedua, kata dia, menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat sebagaimana surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.920/Yanbangsos/2019 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat tahun 2020 dikarenakan bertentangan dengan ketentuan pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketiga, kata dia, menolak penetapan Upah Minimum Padat Karya/Upah Khusus Garment dan tekstil maupun Upah Minimum Sektor Garment Provinsi (UMSP)/ Upah Minimum Sektor Pertanian Perkebunan Provinsi ataupun Upah Minimum lainnya yang nilainya di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020. Keempat, kata Roy, meminta kepada Gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota (UMSK) 2020 sesuai dengan rekomendasi Pemerintah kabupaten/Kota di Jawa Barat.
Kelima, kata dia, menginstruksikan kepada seluruh anggota Dewan Pengupahan Provinsi dan atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dari unsur SPSI untuk mendorong dilakukannya rapat dewan pengupahan di wilayah masing-masing. Hal itu untuk membahas dan merekomendasikan UMK dan UMSK 2020 kepada Gubernur Jawa Barat.
Keenam, mengintruksikan kepada seluruh perangkat organisasi DPC/PC FSPA SPSI dan PUK SPSI Se-Jawa Barat untuk terus melakukan perjuangan di wilayah masing-masing baik cara berunding atau melalui audiensi maupun unjuk rasa damai agar bupati/wali kota tetap merekomendasikan UMK maupun UMSK 2020 kepada Gubernur Jawa Barat.
Pernyataan sikap terakhir, kata dia, mengintruksikan kepada seluruh Perangakat organisasi SPSI di kabupaten/kota Se Jawa Barat untuk melakukan konsolidasi kepada anggota dalam rangka persiapan perjuangan secara masif apabila Gubernur Jawa Barat tidak menetapkan UMK dan UMSK 2020.