REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Petambak udang di wilayah pesisir Kabupaten Pesisir Barat, Lampung mulai resah, menjelang batas waktu penutupan usaha budidaya tambak udang akhir bulan ini. Pemilik dan pengelola usaha tambak udang vanname tersebut menyatakan Pemkab Pesisir Barat hanya sepihak menerapkan peraturan tanpa ada solusi yang salin menguntungkan.
Ketua Ikatan Petambak Pesisir Barat Sumatera (IPPBS) Agusri Syarief mengatakan, Pemkab Pesisir Barat mulai memberikan ultimatum kepada para petambak udang di pesisir barat, bahwa rencana program pengembangan kawasan pariwisata di wilayah tersebut, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten (RTRK) Pesisir Barat.
RTRK tersebut mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Pesisir Barat, tertanggal 21 Jni 2017. “Dampaknya, ada 10 usaha tambak udang vanname yang terkena imbas penutupan, tujuh usaha tambak anggota IPPBS,” kata Agusri Syarief kepada Republika di Bandar Lampung, Senin (18/11).
Ia mengatakan, menjelang batas waktu penutupan pada 29 November 2019, para petambak udang mulai resah, karena sudah tidak dapat memperpanjang izin usaha budidaya udangnya lagi tahun ini. “Artinya, usaha tambak udang akan tutup secara tidak langsung,” ujarnya.
Pemkab Pesisir Barat, lanjut dia, belum pernah mensosialisasikan perda dan RTRK tersebut kepada pemilik atau pengelola usaha tambak udang tersebut. Pemkab juga tidak pernah memanggil pemilik atau pengelola tambak udang untuk dengar pendapat dan mencarikan solusinya.
Agusri mengatakan selama usaha budidaya udang yang hadir di pesisir barat tersebut, semua kewajiban sudah terpenuhi seperti izin, pajak, dan juga corporate social responsibility (CSR). “Masyarakat sekitar terbantu adanya tambak udang untuk meningkatkan perekonomian dan pendidikan keluarga,” katanya.
Yani, pengelola tambak udang vanname Johan Farm menyesalkan bila Pemkab Pesisir Barat menerapkan perda pengembangan pariwisata di wilayah pesisir harus menutup tambak-tambak udang yang ada. Menurut dia, seharusnya pengembangan pariwisata dapat bersinergi dengan usaha budidaya udang yang ada seperti di daerah lain.
“Kami sudah investasi sebelum kabupaten ini dibentuk. Tiba-tiba karena hanya untuk pengembangan kawasan wisata, malah usaha tambak udangnya yang ditutup.,” kata Yani.
Ia mengatakan bila usaha tambak udang ditutup berdampak tidak hanya bagi perusahaan, tapi juga menimpa puluhan pekerja tetap, ratusan pekerja tidak tetap, dan pihak ketiga. Selain itu, kehadiran tambak udang juga memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar diantaranya aliran listrik, kegiatan ekonomi produktif lainnya termasuk sekolah anak-anaknya.