Senin 18 Nov 2019 19:33 WIB

Buruh Kecewa Gagal Audiensi dengan DPRD Jabar

Buruh akan menggelar aksi unjuk rasa dengan ribuan massa.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Israr Itah
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto Ferianto menilai, pertemuan antara Gubernur Jabar dengan ILO mubazir. Ini karena, tak mungkin merekomendasikan upah sendiri. Pasalnya, penetapan upah ada aturannya secara internasional.
Foto: Foto: Arie Lukihardianti/Republika
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto Ferianto menilai, pertemuan antara Gubernur Jabar dengan ILO mubazir. Ini karena, tak mungkin merekomendasikan upah sendiri. Pasalnya, penetapan upah ada aturannya secara internasional.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--- Perwakilan serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jawa Barat (Jabar) gagal bertemu dengan anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD). Padahal sebelumnya mereka telah mengajukan surat per 11 November, dan dijadwalkan bertemu hari ini, Senin (18/11).

Menurut Ketua KSPSI Jabar Roy Jinto Ferianto, dia bersama sejumlah perwakilan telah datang sejak pagi hari. Namun, sampai siang tidak ada pemberitahuan secara resmi mengenai penundaan pertemuan.

Baca Juga

"Kami sangat kecewa ternyata tidak ada satu pun anggota dewan yang menerima kami," ujar Roy kepada wartawan.

Menurut Roy, berdasarkan informasi yang didapat, sejumlah anggota DPRD Komisi V yang direncanakan bertemu dengan KSPSI justru berangkat ke Bali. Padahal, seharusnya tidak dilakukan karena mereka telah punya janji bertemu dengan rakyat. 

Sebenarnya, kata Roy, buruh meminta ada perwakilan dari DPRD Jabar yang secara formal menerima mereka. Namun, tidak adanya iktikad baik dari anggota dewan membuat perwakilan KSPSI marah.

"Kami sudah baik-baik, sudah jauh-jauh hari mengirimkan surat dan tidak menggunakan massa. Kami ingin memperlihatkan bahwa audiensi kami adalah audiensi yang beradab dan hanya perwakilan saja yang datang. Tapi nampaknya DPRD menginginkan bisa menerima buruh atau elemen masyarakat itu kalau demo," papar Roy.

Roy mengatakan buruh akan menggelar aksi unjuk rasa dengan ribuan massa yang rencananya digelar pada 21 November. Buruh ingin memastikan langkah dari DPRD Jabar terkait dengan keputusan kenaikan upah minimum provinsi (UMP). 

Para buruh, kata dia, ingin melakukan komunikasi dengan DPRD dan Pemprov Jabar terkait dengan upah yang akan diterima selama 2020. Jangan sampai dengan adanya penggunaan UMP yang hanya Rp 1,8 juta maka perusahaan menggunakan aturan tersebut, padahal sudah ada upah minimum kabupaten/kota (UMK) mencapai Rp 4,1 juta.

"Kalau hanya berlaku UMP, maka upah dan turun secara otomatis karena yang berlaku minimumnya hanya UMP," katanya.

Karena, kata dia, kondisi ini jelas meresahkan kaum pekerja. Nantinya, bisa berdampak pada kerawanan sosial dan tentu mengakibatkan situasi dan kondisi di Jawa Barat tidak kondusif apabila gubernur memaksakan tidak ada UMK.

Roy menegaskan, kaum buruh meminta Pemprov Jabar mencabut UMP dan kemudian mengesahkan UMK 2020. Buruh pun tidak ingin Pemprov Jabar mengeluarkan upah minimum industri padat karya seperti perkebunan dan garmen. Arie Lukihardianti

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement