REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sejumlah buruh menggelar unjuk rasa di depan kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (18/11). Massa yang merupakan pekerja pabrik garmen ini menuntut hak agar upah minimum kabupaten dipenuhi.
Menurut Wakil Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Muhammad Harris, meskipun telah ditetapkan bahwa UMK di Kabupaten Bogor sebesar Rp 3,7 juta, nyatanya tidak semua perusahaan memenuhi kewajiban mereka membayar dengan jumlah tersebut.
"UMK harus tetap ada. Kami juga minta cabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, karena proses penetapan upah tidak lagi mengacu dan tidak ada lagi ada diskusi dan membawa aspirasi pekerja," ujar Harris kepada Republika.co.id, Senin (18/11).
Menurut Harris selama ini penentuan upah dilakukan secara sepihak oleh perusahaan berdasarkan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Padahal seharusnya, kata Harris, penentuan upah harus berdasarkan Survei Kebutuhan Hidup Layak (SKHL). Pihaknya menuntut agar 33 perusahaan garmen di Bogor memenuhi kewajiban mereka dengan membayar upah sesuai UMK.
Selain itu, SPN menuntut adanya kenaikan UMK di Kabupaten Bogor sebesar 8,51 persen yakni dari Rp 3,63 juta menjadi Rp 4.083.000. Sementara terkait kesehatan, SPN menuntut agar memangkas birokasi supaya persoalan kesehatan untuk buruh maupun rakyat mudah.
"Adanya kenaikan premi BPJS ini memberatkan, birokrasinya juga perlu dipangkas agar berobat lebih mudah," kata Harris.