REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis menilai, ekonomi syariah Indonesia tak perlu fokus pada sektor keuangan semata. Menurutnya, ekonomi syariah harus menumbuhkan sektor riil dan memperlebar perdagangan.
Dia menilai, ketika ekonomi syariah hanya berfokus pada keuangan maka ekonomi syariah terkesan hanya pada sektor murobahah. Padahal, potensi sektor riil dan produksi dalam ekonomi syariah menuntut jaminan dalam produk-produk halal.
"Ekonomi syariah di Indonesia enggak bisa maju-maju kalau hanya fokus di (sektor) keuangan saja," kata Cholil.
Ekonomi syariah dalam perspektif Islam tak hanya dimaknai mengenai satu sektor saja. Dia menyebut sektor ekonomi syariah 90 persennya masih menggunakan sistem murobahah yang mana keuntungan tersebut dinilai pasti dan lebih prospektif.
Sedangkan dalam Islam, kata dia, ekonomi syariah secara kaffah harus menyentuh seluruh aspek dan harus bergerak progresif. Ekosistem keuangan syariah di Indonesia makin kuat dengan diluncurkannya Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 oleh Presiden Joko Widodo tanggal 14 Mei 2019 lalu.
Peta jalan ini merekomendasikan empat langkah strategis dalam pengembangan ekonomi syariah yaitu penguatan rantai nilai halal, penguatan keuangan syariah, penguatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan penguatan ekonomi digital.
Sedangkan berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp 499,3 triliun atau 5,95 persen dari total pangsa pasar keuangan syariah. Adapun total zakat yang terhimpun pada 2018 berjumlah Rp 8,1 triliun atau setara dengan 559 juta dolar AS. Sedangkan potensi zakat diperkirakan menyentuh 16 miliar dolar AS merujuk catatan Baznas pada 2018.