Selasa 19 Nov 2019 10:41 WIB

Hadapi Pendemo, Garda Revolusi Siapkan Tindakan Tegas

Bermula protes kenaikan harga BBM, unjuk rasa menyebar di sekitar 100 kota di Iran.

Sebuah stasiun pengisian bahan bakar hangus dibakar demonstran yang menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Teheran, Iran, Ahad (17/11).
Foto: Abdolvahed Mirzazadeh/ISNA via AP
Sebuah stasiun pengisian bahan bakar hangus dibakar demonstran yang menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Teheran, Iran, Ahad (17/11).

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Garda Revolusi Iran memperingatkan pengunjuk rasa antipemerintah. Mereka akan melakukan tindakan "tegas" bila kerusuhan atas naiknya harga bahan bakar tidak juga mereda. Hal ini menandakan kekuatan militer Iran itu siap menggelar tindakan keras terhadap demonstran.

"Jika dibutuhkan, kami akan mengambil tindakan tegas dan revolusioner terhadap gerakan yang terus berlanjut dalam mengganggu kedamaian dan keamanan rakyat," kata Garda Revolusi Iran dalam pernyataan mereka yang disampaikan media pemerintah, Senin (18/11).

Baca Juga

Media Iran melaporkan unjuk rasa yang dimulai pada Jumat (15/11) lalu sudah menyebar ke seluruh penjuru Iran. Para pengunjuk rasa meminta pemimpin-pemimpin pemerintah yang berasal dari tokoh agama untuk turun. Kantor berita semiresmi Fars yang dekat dengan Garda Revolusi melaporkan, setidaknya ada 100 bank dan puluhan gedung serta mobil terbakar.

Unjuk rasa ini meletup di sekitar 100 kota di Iran. Aksi yang menjadi kekerasan akhirnya menyebar lebih cepat dibandingkan aksi pada 2017 dan 2009.

Belum diketahui skala kerusuhan yang dipicu pengumuman pembatasan dan kenaikan harga bahan bakar sebesar 50 persen dan pembatasan yang mengizinkan warga membeli 60 liter bensin per bulan. Pihak berwenang membatasi akses internet agar media sosial tidak dapat digunakan untuk mengatur unjuk rasa dan menyebarkan video.

Namun, tampaknya, gejolak kali ini lebih serius dibandingkan kerusuhan 2017 lalu. Saat itu, ada 22 orang dilaporkan tewas dalam unjuk rasa di puluhan kota. Demonstrasi dua tahun lalu dipicu buruknya standar hidup dan tuntutan agar sejumlah petinggi Muslim Syiah mundur.

Pemerintahan Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, kenaikan harga bahan bakar bertujuan meningkatkan subsidi keluarga berpenghasilan rendah menjadi sekitar 2,55 miliar per tahun. Kebijakan itu untuk 18 juta keluarga berpenghasilan rendah di Iran.

Namun, banyak warga kelas menengah Iran yang marah dan putus asa terhadap sanksi Amerika Serikat (AS). Kondisi ini membuat rakyat Iran meminta janji pemerintah yang mengatakan akan menambah lapangan pekerjaan dan investasi.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyalahkan musuh-musuh Iran dan negara asing. Ia juga mengecam pengunjuk rasa yang merusak properti publik sebagai 'preman' dan 'berandalan'.

Beberapa warga Iran berhasil mengunggah video ke media sosial yang memperlihat polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Gambar tersebut belum dapat diverifikasi. Pihak berwenang mengatakan, ada satu petugas polisi dan seorang warga sipil yang tewas. Polisi juga menangkap 1.000 orang "perusuh".

"Perusuh menggunakan pisau dan senjata api, sejumlah petugas keamanan dan kepolisian terbunuh atau disandera," kata juru bicara pemerintah Iran Ali Rabiei dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.

Rabiei juga mengatakan, pemerintah akan segera menghentikan pemblokiran akses internet. Ia juga memperkirakan, pengunjuk rasa yang turun ke jalan turun 80 persen dibandingkan hari sebelumnya.

Kelompok yang mengawasi akses internet di seluruh dunia NetBlocks mengatakan, koneksi internet hanya turun tujuh persen dari level biasanya. Mereka menyebutnya pemblokiran di Iran yang paling parah dalam hal kerumitan teknis dan ruang lingkupnya.

Perusahaan internet Oracle menyebutnya penutupan internet terbesar yang pernah terlihat di Iran sebelumnya. Beberapa situs berita lokal, seperti kantor berita pemerintah masih dapat diakses. Tapi, jendela Iran untuk melihat dunia luar sebagian besar ditutup.

photo
Sejumlah pengendara memarkir kendaraan mereka di tengah jalan sebagai bentuk protes kenaikan harga BBM di Isfahan, Iran, Sabtu (16/11).

Warga Iran yang sudah kesusahan makin dipersulit lagi setelah Presiden AS Donald Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran atau JCPOA tahun lalu. Trump memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran yang sempat dicabut sesuai dengan perjanjian tersebut.

Sejak Washington memberlakukan 'tekanan maksimal' terhadap Iran, mata uang mereka terus terdevaluasi. Harga-harga kebutuhan sehari-hari, seperti roti, beras, dan makanan pokok lainnya naik.

Banyak pihak yang menilai harga minyak murah di Iran yang kaya minyak sebagai hak. Kenaikan harga bahan bakar dikhawatirkan dapat menambah beban biaya hidup. Walaupun pemerintah menjamin naiknya pendapatan akan dialihkan untuk membantu keluarga yang membutuhkan.

Peringatan Garda Revolusi kali ini menuai berbagai kecaman salah satu dari Jerman. Negara Eropa itu meminta pemerintah Iran menghargai hak pengunjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi.

"Merupakan hal yang sah dan patut kami hormati ketika rakyat yang berani menyerukan keluhan ekonomi dan politik mereka, seperti yang saat ini terjadi di Iran," kata Ulrike Demmer, juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel, seperti dilansir dari Deutsche Welle.

"Pemerintah Iran harus merespons protes saat ini dengan niatan untuk mengajak dialog. Kami meminta pemerintah di Teheran menghargai kebebasan berkumpul dan berekspresi," tambah Demmer. n lintar satria/AP/Reuters ed: yeyen rostiyani

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement