Selasa 19 Nov 2019 15:53 WIB

Petani Kendeng Mengadu ke Istana Soal Aktivitas Pertambangan

Petani Kendeng menyebut rekomendasi KLHS soal pertambangan tidak diimplementasikan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Warga Pegunungan Kendeng
Foto: antara
Warga Pegunungan Kendeng

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah petani dari Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) untuk mengadukan nihilnya implementasi rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Karst Kendeng. Seharusnya, rekomendasi KLHS untuk menghentikan aktivitas pertambangan karst di Kendeng dijadikan dasar penyusunan revisi rencana tata ruang tata wilayah (RTRW) oleh pemda dan DPRD.

Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Gunretno menjelaskan, KLHS merupakan amanat yang diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengacu pada UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam perjuangan mempertahankan ekologi Pegunungan Kendeng, Gunretno dan para aktivis lainnya bahkan sudah menemui panitia khusus penyusunan RTRW dan melakukan demonstrasi di depan kantor gubernur dan DPRD Jawa Tengah.

Baca Juga

"Tapi ketika ada revisi Perda tata ruang, masih harus diperjuangkan betul. Yang kaitan dengan KLHS ini belum dipakai. Kami malah punya beberapa bukti rekaman visual, kayaknya KLHS yang diperintahkan Jokowi tidak dikeluarkan di daerah," ujar Gunretno usai bertemu Kepala Staf Presiden Moeldoko, Selasa (19/11).

Gunretno menyebutkan, hingga saat ini Pansus RTRW masih menetapkan Pegunungan Karst Kendeng sebagai calon tambang. Padahal sejak pembahasan RTRW di awal 2019, Gunretno mengaku sudah mendesak pansus agar menggunakan hasil KLHS sebagai dasar pengambilan kebijakan. Dalam KLHS, ujar Gunretno, disebutkan bahwa Pegunungan Kendeng memiliki cadangan air yang besar dan harus ditetapkan sebagai kawasan bentang alam karst (KBAK), yang artinya tak boleh dieksploitasi.

JMPPK juga mencatat, saat ini masih ada 34 aktivitas pertambangan yang masih beroperasi di Pegunungan Kendeng. Rinciannya, 19 tambang di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih Rembang dan 15 tambang di kawasan KBAK Sukolilo Pati. Sebagian tambang yang berjalan, ujar Gunretno, mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan sebagian lainnya tanpa izin.

"Wilayah Kendeng belum dijadikan kawasan yang dilindungi. Masih dibolehkan izin-izin. Kayaknya kami merasa ini pembiaran begitu. Maka kami sampaikan Pak Moeldoko bagaimana negara kita kalau pengrusakan terus dibiarkan," ujar Gunretno.

Gunretno menyebutkan bahwa Kepala Staf Presiden Moeldoko berjanji untuk melanjutkan pembicaraan terkait isu ini dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Gunretno juga menegaskan bahwa pihaknya akan konsisten memperjuangkan kelestarian lingkungan di Kendeng.

Pada 2016 lalu, Presiden Jokowi memerintahkan pembentukan KLHS Karst Kendeng untuk mengurai konflik antara masyarakat dengan pelaku pertambangan. KLHS tahap I menyebut bahwa Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih Rembang layak dijadikan kawasan bentang alam karst (KBAK) yang dilindungi.

Sementara KLHS II merekomendasikan penyempurnaan kebijakan rencana program. Pemerintah juga diminta membuat langkah konkret untuk mencegah kerusakan kawasan Kendeng berlanjut.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement