Selasa 19 Nov 2019 18:40 WIB

Alasan Penting Membersihkan Hati Menurut Barat dan Rumi

Membersihkan hati akan mendekatkan Tuhan dan hamba.

Orang berdoa (ilustrasi)
Foto: Esam Al-Fetori/Reuters
Orang berdoa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Hati sebagai standar moral autentik untuk menilai keautentikan diri, paling tidak terhadap diri kita sendiri. Kita perlu memperhatikan, bahkan mengamalkan sabda Nabi SAW, "Mintalah fatwa kepada nuranimu karena nurani itu tidak pernah bisa berbohong".

Sebagai hakikat manusia yang terdalam, hati selalu berada di sisi Tuhan. Pun sebaliknya, Tuhan berada di dalam hati orang-orang suci. Dalam Alquran, Allah SWT begitu tegas berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’adu [13].  

Baca Juga

Sebagaimana sabda Nabi SAW, berkaitan dengan hati ini, yang sering diungkapkan Jalaluddin Rumi, "Tuhan berfirman, langit dan bumi tidak mampu meliputi-Ku, tetapi kelembutan hati hamba-hamba-Ku yang beriman mampu melingkupi-Ku". 

Dalam konteks inilah kita disadarkan oleh betapa pentingnya kita mengetahui rahasia hati sekaligus membangunkan serta menyucikannya. Dengan begitu, terdeklarasikanlah kemesraan hubungan diri dengan Tuhan; terbukalah kebaikan dan kemuliaan budi kita; sekaligus hakikat kemanusiaan kita yang paling primordial, yakni kesucian kemanusiaan itu sendiri (fitrah).

Inilah yang kira-kira dimaksudkan oleh Helminski dengan uraiannya: "The knowing heart is receptive to the intelligence of Being and is guided by Being. When the heart is awakened and purified, it establishes a connection to Spirit; our finest and noblest capacities are unlocked, our sacred humannes is revealed".

Dengan paparan demikian, kita menjadi tahu, bahkan sadar: mengapa sejak dulu kala, banyak orang arif mengajak manusia untuk menyucikan hati! "Untuk mengerti sifat-sifat Tuhan, harus ada kesucian hati kita," begitu pesan John Smith.

Pesan serupa disampaikan filsuf Plotinus dalam bahasa aslinya, never can the soul have vision of the First Beauty unless it self be beutiful.

Di samping John Smith, filsuf Plotinus, pesan seperti itu juga dilontarkan oleh beberapa sufi Islam, katakanlah seperti Jalaluddin Rumi, yang berkata: "It is the sun's self that lets the sun be seen... God alone can feel God's Love" (Khosla, The Sufism of Rumi, 1987).

Sejenak, kita bertanya-tanya: mengapa hati perlu dibersihkan, bahkan disucikan dari berbagai noda? Karena, demikian tafsiran William C Chittick terhadap ajaran-ajaran spiritual Jalaluddin Rumi, bahwasanya "Tuhan berada di dalam hati orang-orang suci. Sedangkan hatinya orang awam hanyalah air dan tanah.

Adapun yang membedakan baik buruknya manusia adalah hatinya. Tugas manusia di dunia ini adalah menyucikan hati, menggosoknya sampai mengilap, dan menjadikannya sebuah cermin yang mampu memantulkan Tuhan. Dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan bimbingan Sang Pemilik Hati.

Siapakah Sang Pemilik Hati? Hanya para nabi dan orang-orang suci, yang sudah dapat mencapai kesadaran Tuhan (God-consciousness). Suatu level kesadaran tertinggi, di mana muncul kesadaran diri bahwasanya Tuhan selalu melihat, mengawasi, bahkan menyertai kita, di mana pun kita berada.

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement