REPUBLIKA.CO.ID, Sejak penggusuran pada Kamis (14/11) lalu di Jalan Agung Perkasa VIII, Kelurahan Sunter Jaya dan Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, sejumlah warga terlihat masih bertahan di kawasan tersebut.
Berdasarkan pantauan Republika pada Selasa (19/11), terlihat beberapa warga yang masih bertahan membangun permukiman di sekitar pinggiran gudang pabrik dengan menggunakan sisa bongkahan tripleks sebagai tempat mereka tinggal sementara.
Beberapa personel Satpol PP yang berjumlah kurang lebih sekitar 300 orang, Pemprov DKI Jakarta yang berseragam cokelat, petugas medis, dan alat pengangkut berat telah berada di lokasi untuk melanjutkan proses penggusuran.
Salah satu warga yang masih bertahan, Sumiyati (60 tahun), mengaku masih belum rela jika dilakukan penggusuran. Karena, kawasan tersebut merupakan sumber mata pencahariannya sejak 1980-an. Dan, kini ia hanya bisa meratapi sisa-sisa bongkahan barang barang miliknya bersama cucunya.
“Saya sudah lama tinggal di sini. Tapi, tiba-tiba digusur tanpa pemberitahuan. Pemerintah juga tidak memberikan solusi. Kami mau tinggal di mana?” kata Sumiyati.
Warga lainnya, Hasyim Khan (42 tahun), menjelaskan mengapa beberapa memilih bertahan di kawasan Sunter Agung. Karena, kawasan tersebut memiliki tanah yang luas dan berlokasi stategis dekat dengan gudang besar pabrik di mana warga setempat dapat mengumpulkan limbah pabrik dan rongsokan.
Selain itu, dari transaksi barang bekas tersebut, warga juga membuka lapak dan tempat makan. "Kalau pemulung dagang rongsokan membutuhkan tanah yang luas yang tidak mengganggu kanan kirinya. Enggak mungkin dong di kompleks perumahan, nanti dikomplain warga karena kotor. Kalau di sini kan kita bisa berwirausaha karena lokasinya strategis," ujar Hasyim.
Pemerintah Kota Jakarta Utara menyiapkan 160 unit hunian di Rumah Susun (Rusun) Marunda untuk warga korban penggusuran di Jalan Agung Perkasa VIII, Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok.
"Rusun itu diperuntukan bagi pemilik lapak yang berkenan direlokasi. Relokasi termasuk membantu pemindahan sekolah bagi anak pemilik lapak," kata Wali Kota Jakarta Utara, Sigit Wijatmoko, Selasa.
Untuk mendapatkan informasi hunian itu, pemkot telah membuka posko terpadu di lokasi penggusuran sejak Kamis (14/11) dan terus disiagakan hingga saat ini. Posko itu terdiri atas sejumlah petugas dari unsur Satpol PP Jakarta Utara, Sudin Perumahan, Sudin Sumber Daya Air, Sudin Bina Marga, Sudin Lingkungan Hidup, Sudin Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan serta Sudin Kehutanan.
Selain hunian di Rusun Marunda, Pemkot juga memfasilitasi sarana pendidikan bagi anak-anak warga agar tetap bersekolah. Sejumlah sekolah disiapkan diantaranya TK, SD, SMP Terpadu di Rusun Marunda, SMAN 114 dan SMKN 49 di wilayah Kecamatan Cilincing.
Politisi PDI Perjuangan Gembong Warsono menilai apa yang dilakukan Anies ini sama seperti yang dilakukan Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama saat menjadi gubernur dulu, yakni melakukan penertiban warga yang mendiami kawasan yang bukan peruntukannya.
"Ahok pernah katakan dalam debat kampanye, dulu, untuk tata Jakarta tidak mungkin tanpa penggusuran. Tapi, untuk Anies, karena Pak Anies hanya ingin mendapatkan simpati masyarakat, maka Pak Anies sampaikan program itu (tidak ada penggusuran)," kata Gembong.
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan memilih untuk enggan mengomentari perihal penggusuran warga Sunter di Jakarta Utara dan menyerahkannya kepada pemangku kepentingan setempat.
"Tanya ke Wali Kota Jakarta Utara saja ya," kata Anies saat ditemui di Kantor Wali Kota Jakarta Utara, Selasa