REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Kerugian ekonomi di Kashmir telah mencapai lebih dari satu miliar dolar AS sejak India mencabut otonomi dan statusnya sebagai negara bagian pada Agustus. Kamar Dagang dan Industri Kashmir (KCCI) juga berencana menuntut pemerintah atas kerugian tersebut.
India mengubah negara bagian yang sebelumnya bernama Jammu dan Kashmir menjadi wilayah yang dikendalikan pemerintah federal. India memperketat kontrol dengan langkah mengejutkan yang disebut akan mengendalikan militansi di wilayah yang juga diklaim oleh negara tetangga, Pakistan.
Tetapi KCCI mengatakan pembangunan itu sulit dipahami akibat penutupan yang berlarut-larut setelah orang menutup pasar dan bisnis sebagai tanda protes dan karena takut akan pembalasan dari pemberontak. Wakil Presiden Senior KCCI Nasir Khan memperkirakan kerugian ekonomi mencapai setidaknya 100 miliar rupee (1,40 miliar dolar AS) pada September, tetapi sekarang melebihi itu.
"Kami akan meminta pengadilan untuk menunjuk agen eksternal menilai kerugian, karena itu di luar (kapasitas) kami," kata Khan.
Ia menambahkan pemutusan jaringan telekomunikasi di wilayah India berarti badan tersebut tidak dapat menghubungi pemilik bisnis melalui telepon untuk memperkirakan jumlah kerugian. Sebaliknya, ia harus mengirim staf untuk menemui mereka dan mengumpulkan detail informasi.
Selain memutuskan akses telekomunikasi, India juga memberlakukan pembatasan perjalanan dan mengirim ribuan tentara ke wilayah itu dengan alasan masalah keamanan. Meskipun beberapa batasan telah dilonggarkan, namun sebagian besar akses internet tetap diblokir.
India dan Pakistan telah berkonflik tentang Kashmir sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1947, dengan masing-masing mengklaim wilayah tersebut secara penuh tetapi hanya memerintah sebagian. Selama beberapa dekade, India telah berjuang melawan pemberontakan di bagian yang dikontrolnya. India menyalahkan Pakistan karena memicu perselisihan, tetapi Pakistan membantahnya, dengan mengatakan itu sebagai dukungan moral kepada gerakan separatis tanpa kekerasan.
Pelarangan yang tiba-tiba telah berdampak pada pariwisata serta pertanian, hortikultura, seni, dan kerajinan yang memberikan kontribusi terbesar bagi ekonomi yang berorientasi ekspor. "Saya tidak melihat stabilitas selama berbulan-bulan di sini. Terlalu banyak ketidakpastian," kata Vivek Wazir, yang mengelola sebuah hotel di kota utama Srinagar di Kashmir.
Meskipun beberapa tahun yang lalu ia berencana memperluas bisnisnya di Kashmir, Wazir mengatakan hotel itu sekarang hampir tidak balik modal. Ia malah mempertimbangkan membuka satu hotel di negara bagian Himachal Pradesh.
India membatalkan pertemuan puncak investor yang telah direncanakan diselenggarakan di Kashmir pada Oktober. Sebagian besar turis telah menjauh setelah serangkaian serangan terhadap warga non-lokal dalam beberapa pekan terakhir, yang menyalahkan polisi atas gerilyawan yang didukung oleh Pakistan.
"Saya akan terkejut jika ada investor asli datang," kata Khan, menambahkan KCCI tidak menerima pertanyaan dari calon investor sejak Agustus.