REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, ia akan menyelesaikan tarik ulur penyelesaian kasus pelanggaran HAM antara Komisi Nasional (Komnas) HAM dan Kejaksaan Agung (Kejakgung). Ia menantang Komnas HAM untuk memberikan bukti-bukti pelanggaran HAM masa lalu.
"Saya kira Komnas HAM cukup dewasa untuk tahu. Kalau memang bisa, ayo, saya yang bawa ke pengadilan. Namun, kalau memang tidak ada bukti, ya nyatakan dong," ujar Mahfud di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (19/11).
Menurut dia, selama ini Kejakgung mengembalikan berkas ke Komnas HAM untuk dilakukan perbaikan terkait alat bukti. Namun, kemudian yang kerap diberikan kembali oleh Komnas HAM hanya tanggapan, bukan bukti-bukti kuat kasus pelanggaran HAM pada masa lalu.
"Ya itu yang akan diselesaikan. Kalau Komnas HAM punya bukti, kan selalu begitu. Jaksa agung mengembalikan, 'Nih Anda perbaiki', lalu bukan perbaikan yang diberikan, tapi tanggapan. Sampai berkali-kali itu. Nah, kita clear-kan aja itu," katanya.
Mahfud juga menyebutkan, penyelesaian kasus kejahatan HAM pada masa lalu dapat dilakukan melalui jalur nonyudisial. Itu dilakukan karena saat ini sudah tidak ada bukti-bukti untuk menyelesaikannya lewat jalur hukum.
"Salah satu cara penyelesaiannya itu adalah ya kita menyelesaikan secara nonyudisial. Karena korbannya sudah tidak ada, pelaku tidak ada, buktinya juga sudah tidak ada," kata Mahfud.
Sebelumnya, mantan jaksa agung, HM Prasetyo, membantah penanganan pelanggaran HAM berat mandek di lembaga yang dipimpinnya. Ia berdalih bukti pelanggaran HAM berat kurang untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan.
"Selama ini meskipun sudah sekian lama proses penanganan pelanggaran HAM berat ini dikatakan mandek ya tidak, karena bagaimanapun hasil penyelidikan Komnas HAM jadi acuan kami untuk ditingkatkan ke penyidikan atau tidak," ujar dia di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (4/10).
Setelah beberapa kali dikembalikan kepada Komnas HAM, berkas perkara pelanggaran HAM berat kini posisinya di Kejaksaan Agung. Berkas-berkas tersebut sedang diteliti oleh jaksa penyidik.
Prasetyo mengaku memahami sulitnya mengumpulkan bukti untuk kasus pelanggaran HAM berat masa lalu karena peristiwanya sudah lama sehingga saksi ataupun tersangka diduga telah meninggal.
"Kami bisa pahami itu kalau Komnas HAM juga rasanya tidak mudah untuk menghasilkan penyelidikan yang maksimal, yang memiliki syarat untuk bisa ditingkatkan ke penyidikan," kata dia.
Daripada jalan yudisial yang masih menemui kendala, Prasetyo menyampaikan, jalan yang lebih mudah untuk kasus pelanggaran HAM masa lalu adalah pendekatan nonyudisial dengan rekonsiliasi.
"Penyelesaian rekonsiliasi, pendekatan nonyudisial ini kan masih pro dan kontra, sementara kalau dipaksakan pendekatan yudisial ya itu kendalanya lamanya waktu peristiwa itu terjadi, tentunya terkait masalah pengumpulan bukti-bukti," ujar dia.