Rabu 20 Nov 2019 13:26 WIB

Nagabonar Reborn Bukan Ulangan Film Sebelumnya

Nagabonar Reborn memiliki sejumlah perbedaan dengan film sebelumnya.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Para pemeran dan kru film Nagabonar Reborn.
Foto: Shelbi Asrianti/Republika
Para pemeran dan kru film Nagabonar Reborn.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film Nagabonar Reborn tayang perdana di bioskop mulai 21 November 2019. Sutradara Dedi Setiadi mengatakan, film arahannya memiliki sejumlah perbedaan dengan film Nagabonar versi lain yang pernah tayang di layar lebar.

"Dalam film ini, Nagabonar tidak mencopet, berbeda dengan sebelumnya. Kami berharap Nagabonar bisa menjadi legenda panutan yang menginspirasi anak-anak muda. Tetap dia jujur, berani lawan penjajah, tapi tidak mencuri," ungkap Dedi.

Sineas kelahiran Sukabumi itu mengatakan, ada beberapa judul film Nagabonar yang pernah sejak 1987. Dia menjelaskan, Nagabonar adalah sosok melegenda seperti Kabayan. Almarhum Asrul Sani mengangkat ceritanya, tetapi ada banyak sekali versi di daerah.

Dia memastikan Nagabonar Reborn bukan film sejarah sehingga tidak ada keharusan mengikuti tanggal, tahun, atau ciri perilaku yang ketat. Sinema itu adalah drama komedi dengan latar waktu pada masa penjajahan dan perjuangan pascakemerdekaan.

Film mengisahkan Nagabonar (Gading Marten), pemuda kampung yang cerdik, lucu, dan berani dari Sumatra Utara. Saat beranjak dewasa, Mak (Rita Matumona) meminta Nagabonar merantau ke kota besar agar hidup mandiri dan mengenali jati dirinya.

Sesampainya di Medan, Nagabonar berjumpa banyak orang baru, hingga dipercaya menjadi jenderal perang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Dia juga berjumpa dengan seorang perempuan yang memikat hatinya, Kirana (Citra Kirana).

Dedi berusaha keras menciptakan karakter Nagabonar yang bisa diterima banyak orang, termasuk penonton dari generasi masa kini. Itu sebabnya dia dan tim memperbanyak porsi tema cinta dalam film, tapi tetap menyisipkan pesan tentang nasionalisme.

Pada salah satu adegan film untuk 13 tahun ke atas itu, tokoh Nagabonar berunding dengan Belanda mengenai demarkasi atau perbatasan tanah. Lewat dialog kocak dan ekspresi khasnya, Nagabonar tak mengizinkan sejengkal tanah pun diambil penjajah.

"Saya mencoba menyampaikan pesan nasionalisme dalam berbagai dialog. Pesan penting lain adalah bagaimana Nagabonar menghormati perempuan, seperti dia mematuhi nasihat ibunya dan setia mendampingi Kirana," ungkap Dedi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement