REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat (KPw BI Prov Jabar) dan Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) memusnahkan uang palsu sebanyak 57.971 lembar. Menurut Kepala Kpw BI Prov Jabar Doni P Joewono, dari ribuan uang palsu itu, temuan yang terbanyak adalah pecahan 50.000 dan 100.000.
Doni mengatakan, temuan uang rupiah palsu yang dimusnahkan tahun ini sekitar 85 persen merupakan hasil temuan dari proses penyortiran uang kertas di KPW BI Prov Jabar, KPw BI Cirebon dan KPw BI Tasikmalaya. Sedangkan sisanya, merupakan laporan kepolisian.
Doni menjelaskan, rincian uang palsu tersebut adalah 24.711 lembar pecahan 100.000, 29.124 lembar pecahan 50.000, 2.562 lembar pecahan 20.000, 664 lembar pecahan 10.000, 905 lembar pecahan 5.000, dan lima lembar pecahan 2.000.
"Pemusnahan uang rupiah palsu ini merupakan langkah nyata untuk melindungi masyarakat dengan memastikan bahwa uang Rupiah palsu yang ditemukan tidak beredar kembali di masyarakat," kata Doni.
Doni menilai, praktek pemalsuan uang rupiah bukan hanya merugikan masyarakat, tapi juga merendahkan kehormatan rupiah sebagai salah satu simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan pemusnahan temuan uang Rupiah palsu ini merupakan salah satu hasil nyata dari upaya Bank Indonesia dan Polda Jabar untuk mencegah dan memerangi peredaran uang palsu tersebut.
Secara nasional, kata dia, penemuan uang palsu tahun 2014 – Oktober 2019 terbesar berada di pulau Jawa yaitu 84,86 persen. Hal ini dikarenakan sebagian besar aktivitas perekonomian berada di pulau Jawa, termasuk penggunaan uang tunai untuk bertransaksi.
Sementara itu, penemuan uang palsu di Provinsi Jabar adalah 12,17 persen dari penemuan uang palsu secara nasional. Rasio uang palsu untuk 1 juta lembar uang yang diedarkan, kata Doni, cenderung menurun.
Pada 2014 sebanyak 8 lembar, 2015 sebanyak 11 lembar, 2016 sebanyak 10 lembar, 2017 sebanyak 9 lembar, 2018 sebanyak 8 lembar dan 2019 sebanyak 7 lembar. "Kami targetnya 6 lembar uang palsu untuk 1 juta uang beredar," katanya.
Menurutnya, penurunan rasio ini terutama disebabkan adanya perbaikan kualitas unsur pengaman pada uang kertas yang diterbitkan pada Desember 2016, khususnya unsur pengaman yang bersifat anti fotocopy seperti latent image, multi colour latent image dan colour shifting.
Selain itu, kata dia, dikarenakan dampak iklan 3D (yaitu Dilihat, Diraba, Diterawang) yang sudah semakin dikenal oleh masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang Rupiah. "Kami pun terus melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait uang palsu ini," katanya.