REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman mengatakan, pihaknya mengusulkan dua poin besar dalam revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (Pemilu). KPU ingin menerapkan rekapitulasi elektronik atau e-rekap sebagai hasil resmi pemilu dan dokumen hasil pemungutan suara dalam salinan digital.
"Hal yang paling urgen sebetulnya untuk sekarang itu pertama memutuskan bahwa e-rekap itu dijadikan hasil resmi pemilu. Yang kedua, tidak lagi salinan itu diberikan dalam bentuk kopi (copy) manual, tapi diperkenankan dalam bentuk digital," ujar Arief kepada wartawan usai rapat dengan pendapat Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/11).
Ia menuturkan, regulasi yang mengatur kepemiluan ada dua yakni UU Pemilu dan UU tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Namun, ia tidak mengetahui rencana revisi yang akan dilakukan DPR secara serentak kedua UU itu atau tidak.
"Sekarang kan Undang-Undang masih ada dua, UU Pilkada, UU Pileg Pilpres (Pemilu). Kalau ini (revisi) jadi satu maka daftar yang kita masukkan jadi satu," kata Arief.
KPU menyatakan bahwa e-rekap harus diatur dalam Undang-Undang sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menurut dia, e-rekap bisa menjawab pertanyaan para anggota Komisi II DPR terhadap permasalahan pemilu.
Pertama, lanjut Arief, e-rekap dapat memghemat waktu karena hasil pemilu tidak perlu menunggu waktu lama seperti rekapitulasi manual yang memakan waktu sekitar 35 hari. Kedua, pemilu akan menjadi lebih hemat anggaran karena tidak perlu lagi ada rekapitulasi berjenjang.
Untuk usulan tentang salinan digital, kata Arief, bisa menghindari jatuhnya korban dari kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang salah satu faktor meninggalnya karena kelelahan. Sehingga, tugas KPPS bisa semakin ringan karena tak perlu mengisi salinan hasil pemungutan.
"Maka salinan digital ini tugas KPPS yang haruss mengisi itu. Terutama untuk pileg, kalau untuk pilpres dan pemilihan kepala daerah sebetulnya jumlahnya tidakk terlalu banyak tetapi ini juga menjawab tantangan yang tadi disampaikan," jelas Arief.
Selain itu, keluhan anggota dewan tentang biaya yang harus dikeluarkan peserta pemilu untuk membayar saksi bisa ditangani dengan salinan digital tersebut. Sebab, salinan digital dikirim melalui jaringan internet ke seluruh peserta pemilu yang dipantau pengawas pemilu, masyarakat, dan pemilih.
"Jadi hemat dari penyelenggara pemilu dan hemat juga bagi peserta pemilu," lanjut dia.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, kesimpulan dari RDP yang diselenggarakan hari ini bahwa DPR, pemerintah, dan lembaga terkait sepakat akan merevisi UU yang berkaitan dengan kepemiluan. Akan tetapi, ia belum menjelaskan lebih lanjut tentang revisi UU tersebut.
"Kesimpulannya bahwa semua kita menginginkan pemilu yang akan datang itu pemilu yang lebih baik dengan kesempurnaan. Kesimpulan rapat kita adalah kita akan melakukan revisi atau UU Kepemiluan," kata Doli saat menutup rapat.