Kamis 21 Nov 2019 02:17 WIB

Turki akan Pulangkan Mayoritas Tahanan ISIS Akhir Tahun Ini

Mayoritas tahanan ISIS dipulangkan ke negara asal mereka.

Bendera Turki di jembatan Martir, Turki
Foto: AP
Bendera Turki di jembatan Martir, Turki

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA— Turki akan memulangkan sebagian besar tahanan ISIS ke negara asal mereka hingga akhir tahun ini. 

Pernyataan ini disampaikan Menteri Dalam Negeri Turki, Suleyman Soylu, pada Selasa (19/11), sepekan setelah otoritas Turki memulai program repatriasi.

Baca Juga

Ankara menyebutkan telah menangkap 287 gerilyawan di Suriah timur laut, tempat pasukan Turki meluncurkan serangan terhadap milisi YPG Kurdi Oktober lalu, dan mempunyai ratusan lebih tersangka lainnya dalam penahanan.

Berbicara kepada Reuters di Ankara, Soylu mengatakan Turki bertujuan mengirim enam atau tujuh tersangka ISIS lainnya pekan ini ke negara asal mereka, termasuk Irlandia dan Belanda. Pejabat Turki berkoordinasi dengan mitra di negara tersebut.

"Sejumlah tahanan akan dipulangkan hingga akhir tahun ini tergantung pada seberapa lama prosesnya, namun khusus untuk Eropa, prosesnya sedang berjalan," kata Soylu.

"Saya rasa kami harus mengirim pulang sebagian besar tahanan ke negara asalnya hingga akhir tahun," katanya, menambahkan bahwa sejumlah negara tertentu yang mencabut status kewarganegaraan mereka melanggar hukum internasional.

Soylu menjelaskan, mereka tidak mempunyai hak untuk meninggalkan warga negara tanpa kewarganegaraan. Mereka tidak memilik hak seperti itu. 

"Itulah sebabnya mengapa kami mengadakan evaluasi dengan sejumlah negara tertentu mengenai hal ini dan mereka membawanya pulang," tutur Soylu.

Turki memiliki perjanjian repatriasi dan ekstradisi dengan negara-negara terkait namun menginformasikan terlebih dahulu kepada mereka sebelum membawa pulang para tahanan.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan Turki  mengatakan milisi YPG Kurdi menewaskan tiga orang dan melukai delapan orang lainnya dalam serangan rudal di sebuah sekolah di kawasan Tel Abyad, Suriah utara, tempat mereka harusnya mundur berdasarkan kesepakatan gencatan senjata.

Laporan itu muncul sehari setelah Turki mengancam operasi militer baru di Suriah utara jika area tersebut belum sepenuhnya ditinggalkan milisi.

Serangan Turki Oktober lalu terhadap YPG Suriah, yang dijuluki Operasi Perdamaian Musim Semi, menuai kecaman internasional. Ankara menuding YPG, yang mempelopori perang pimpinan AS melawan ISIS, terkait dengan separatis PKK Kurdi di Turki.

"PKK/YPG yang terus melakukan intimidasi dan serangan, serta melancarkan pengeboman di area Operasi Perdamaian Musim Semi, kini menargetkan sekolah di desa Curn, Tel Abyad," kata Kementerian Pertahanan Turki melalui pernyataan.

Tel Abyad merupakan satu dari dua kota perbatasan utama yang menyaksikan pertempuran sengit ketika Ankara meluncurkan serangan pada 9 Oktober.

"Tiga warga sipil tak bersalah tewas dan delapan lainnya, termasuk anak-anak, mengalami luka," bunyi pernyataan tersebut.

Turki menghentikan serangannya setelah mencapai kesepakatan dengan Rusia dan AS. Saat Moskow mengatakan YPG telah mundur setidaknya 30 km dari perbatasan, Ankara merasa ragu-ragu dan mungkin melancarkan serangan baru jika anggota, yang dianggapnya kelompok teroris masih berada di lokasi itu.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, yang dikutip pada Senin (18/11), menyatakan negaranya akan meluncurkan operasi militer baru jika area tersebut tidak 'steril' dari milisi YPG. Rusia berpendapat langkah seperti itu akan merusak upaya menstabilkan kawasan tersebut.  

 

 

 

 

 

 

 

 

sumber : Reuters/Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement