REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Zuhud bukan berarti tidak punya harta, kekayaan, atau bahkan menggunakan pakaian yang compang-camping.
"Tapi tidak ada keterikatan secara membabi buta dari hati seseorang kepada hartanya," kata Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Hasanuddin AF itu kepada Republika.co.id, Rabu (20/11).
Karena itu, Hasanuddin berpandangan, sikap zuhud itu bisa dimiliki orang kaya dan miskin. Untuk memiliki sikap tersebut, seorang Muslim harus menanamkan pada dirinya bahwa semua hanyalah milik Allah SWT. Artinya, orang yang zuhud adalah orang yang tidak terikat pada dunia.
"Orang yang zuhud, hatinya tidak terikat pada hartanya. Dia tidak merasa memiliki secara sempurna, bahkan merasa hartanya hanya titipan Allah. Sehingga dia menjadi dermawan," tutur dia.
Orang kaya yang zuhud selalu menyalurkan hartanya di jalan Allah sesuai dengan syariat, seperti zakat, infak dan sedekah. "Jadi dia punya harta tapi tidak dimilikinya sendiri, tidak hanya dimanfaatkan dirinya dan keluarganya. Tapi juga digunakan kepada orang lain di jalan Allah," tuturnya.
Sementara, Hasanuddin menjelaskan, salah satu ciri zuhud bagi seorang Muslim yang miskin harta yaitu sikap sabar.
"Bagi yang miskin, zuhudnya itu dengan sabar, apa adanya, sambil terus berikhtiar. Jangan memaknai sabar ini dengan berdiam diri atau menunggu rezeki dari langit," tutur dia.
Hasanuddin melanjutkan, orang miskin dan kaya yang bersikap zuhud memiliki derajat yang sama. Orang miskin zuhud dengan sabarnya, sambil tidak henti-hentinya berjuang atau berjihad mencari nafkah di jalan yang benar dan diridhai oleh Allah SWT.
"Sementara orang kaya menggunakan seluruh hartanya itu di jalan yang diridhai Allah SWT, tidak hanya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya saja," papar dia.