Kamis 21 Nov 2019 10:06 WIB

Dua Pembantu Penting AS Bersaksi Percakapan Trump

Trump kepada Presiden Ukraina menyatakan akan menyelidiki Biden

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Reuters/E. Scott
Reuters/E. Scott

Dua pembantu penting keamanan nasioal Amerika Serikat (AS) bersaksi pada Selasa (19/11). Ini sebagai tindak lanjut dari investigasi pemakzulan terhadap Presiden AS Donald Trump yang diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengumpulkan informasi buruk dari lawan politiknya.

Kedua pembantu penting itu adalah Letkol Alexander Vindman, seorang perwira Angkatan Darat di Dewan Keamanan Nasional AS, dan Jennifer Williams, rekan Vindman di kantor Wakil Presiden Mike Pence. Keduanya ikut mendengar percakapan telepon antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, dan mereka mengatakan kecemasan akibat isi percakapan itu.

Vindman, seorang tentara berusia 20 tahun, bersaksi dengan penuh keyakinan bahwa Trump menggunakan bantuan militer, yang dikirim AS ke Ukraina untuk menangkal agresi Rusia, dan permintaan kunjungan Gedung Putih dari Zelenskiy, sebagai alat politik.

Hal itu diduga digunakan untuk menyuap pemimpin Ukraina agar. Tujuannya agar mau mencari informasi negatif tentang Hunter Biden, putra mantan Wakil Presiden Joe Biden, yang juga merupakan calon presiden dari Partai Demokrat.

Hunter Biden diketahui termasuk jajaran direksi Burisma, sebuah perusahaan minyak Ukraina.

Kurt Volker, mantan utusan khusus AS ke Ukraina juga turut bersaksi dalam sidang yang berlangsung 11,5 jam. Ia mengatakan bahwa tuduhan korupsi yang melibatkan Biden dan puteranya adalah tuduhan yang "tidak kredibel", dan ini tidak sesuai dengan "teori konspirasi" yang dikemukakan oleh Trump dan beberapa sekutunya.

Volker mengatakan bahwa dirinya telah mengenal Biden sebagai pria terhormat selama lebih dari dua dekade.

Sementara Letkol Vidnam mengatakan, "Saya merasa permintaan yang ditujukan kepada pemerintah negara lain untuk menyelidiki seorang warga Amerika tidak pantas dilakukan," ujar Vindman. Dia menambahkan bahwa "tidak ada keraguan" tentang apa yang diminta Trump untuk dilakukan oleh Zelenskiy.

"Orang Ukraina harus melakukan penyelidikan terhadap Biden," begitu permintaan Trump kepada Vindman. "Tidak ada ambiguitas", tambahnya.

Menurut media AS, militer AS telah meningkatkan perlindungan bagi Vindman dan keluarganya. Mereka juga mempertimbangkan untuk memindahkan Vindman ke sebuah pangkalan militer, dengan alasan khawatir akan keselamatannya. Ini dilakukan setelah Presiden Trump dan para pemimpin Partai Republik secara verbal menyerang orang-orang yang jadi saksi dalam sidang pemakzulan.

Vindman menyebut, serangan verbal terhadap karakternya, terutama yang meragukan patriotismenya, sebagai tindakan "tercela dan pengecut".

Dua pembantu senior Gedung Putih lainnya, Jennifer Williams dan Tim Morrison, juga mengatakan dalam sidang dengar pendapat, bahwa mereka prihatin dengan sifat politik dari percakapan telepon Trump.

Williams, yang merupakan seorang perwira karir di bidang hubungan luar negeri. Dia bersaksi dengan menganggap percakapan telepon yang terjadi pada Juli itu sebagai hal yang "tidak biasa". Ini karena presiden membahas "masalah politik dalam negeri" dengan seorang pemimpin asing.

Sementara Morrison, yang telah mengundurkan diri sejak percakapan telepon itu terjadi, khawatir apa yang diungkapkannya tidak akan berdampak baik bagi Washington, sehingga melaporkannya kepada pengacara penting Dewan Keamanan Nasional.

Menanggapi tuduhan itu, Trump dan sekutu-sekutunya sejak awal telah menolak penyelidikan pemakzulan terhadap dirinya. Mereka menyebut hal itu sebagai upaya putus asa dari Demokrat untuk menggulingkan kekuasaannya.

Penyelidikan tersebut menyoroti tidak hanya telepon Zelensky yang pertama kali dilaporkan kepada pihak berwenang oleh seorang Whisteblower yang tidak diketahui namanya. Dia juga mempertanyakan pemecatan duta besar AS di Kiev.

Mantan Duta Besar Marie Yovanovitch dilaporkan telah menghalangi upaya Trump meminta Ukraina menyelidiki Biden. Dia juga diketahui memiliki pendapat bertentangan dengan mantan pengacara presiden, Rudy Giuliani.

Ketika Yovanovitsch memberikan kesaksian pekan lalu, pada saat yang sama Trump melontarkan penghinaan di Twitter. Ini menyebabkan timbulnya dugaan bahwa tindakan Trump sudah merupakan intimidasi ilegal terhadap saksi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement