REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengungkapkan bahwa komisi III DPR RI menghormati gugatan terhadap UU KPK yang dilakukan oleh tiga komisioner KPK kemarin. Namun menurutnya langkah yang dilakukan pimpinan KPK tersebut berpotensi memunculkan ketidaktertiban dalam pemerintahan.
"Coba kita bayangkan, nanti kalau ada pemerintah, presiden, DPR, sebagai pembentuk UU membentuk UU kemudian mengurangi kewenangan sebuah lembaga ya atau memindahkan kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain terus di uji materi ke mk, ya kan lucu jadinya, maka ada potensi ketidaktertiban dalam etika pemerintahan," jelas politikus PPP tersebut, Kamis (21/11).
Ia menegaskan bahwa DPR akan memberikan penjelasan terkait apa yang didalilkan pihak pemohon. Begitu juga dengan pemerintah, termasuk soal pelibatan KPK.
"Termasuk apakah KPK tidak diajak bicara kan begitu klaimnya, nanti kita keluarkan dokumen-dokumennya kan pernah saya sampaikan ketika KPK dipimpin oleh Plt ketua KPK Pak Ruki menjawab pertanyaan komisi III, apakah dukungan yang dibutuhkan KPK salah satu revisi UU KPK kok, jadi kita akan sampaikan," ujarnya.
Namun ia menegaskan sebagai hak konstitusional ia menghormati gugatan tersebut. Apalagi para komisioner KPK tersebut mengajukan gugatan atas nama pribadi.
"Kita hormati lah," tuturnya.
Sebelumnya tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang resmi mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, pengajuan judicial review itu terdiri dari uji materiil dan uji formil.
"Hari ini atas nama pribadi, atas nama warga negara Indonesia, kami mengajukan judicial review ke MK. Jadi, ada beberapa orang. Kemudian kami didampingi oleh lawyer-lawyer kami. Kemudian kami nanti mengundang ahli," ucap Agus saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/11).